Semenjak ppsmb udah jarang lagi buka blog. Mana setelah itu kehidupan kampus dimulai, jadi makin nggasempet buka blog absurd ini. Akhirnya kesampaian selo beberapa hari sebelum nanti praktikum anatomi lagi *pukul pala pake femur sapi*
Jadi ini cerita yang kemarin dulu itu ada trailernya. Nih, enjoy yaaa~~
**
SATU: HOW THEY MET
Rio
sibuk bersiul-siul sambil memandang garang ke mereka yang melintas di
hadapannya. Rio sedang menunggu ‘mangsa’nya untuk dimintai rupiah yang seharian
ini belum satupun masuk ke kantungnya. Rio mengetuk-etukkan jarinya di kursi
kayu panjang yang ia duduki, seakan menghitung detik-detik terakhir mangsanya.
Namun, sayang dari tadi belum ada satupun orang yang pas untuk dijadikan
sasaran. Rio membuang pandangannya ke kiri, segerombolan remaja berbalut
seragam putih abu-abu terlihat disana. Rio menghela napas sebentar.
‘buat
apa sih inget-inget hal itu’ batinnya kesal. Rio lalu kembali ke fokus
sebelumnya, jalanan di depannya.
“Sepi
boss?” tanya seorang cowok berambut kribo yang asyik menjilat permen kakinya.
Rio mengangkat kedua alisnya, iuh batinnya. Di samping cowok kribo itu ada
seorang lagi dengan rambut Mohawk dan celana jins bolong-bolong asyik menyetem
gitarnya.
“Habis
darimana lo berdua?” tanya Rio sambil merebut gitar dari si rambut Mohawk. Si
rambut Mohawk itu mendelik kesal.
“Beli
senar buat si Tarra”
“Tarra?
Cewek lo?” tanya Rio sambil memetik senar gitar si Mohawk. Si rambut Mohawk itu
mendelik lagi. Bukannya sudah berulang kali ia memberi tahu si Rio siapa itu
Tarra. Dasar, memang bossnya tidak pernah peduli pada urusan orang lain. Bagus
sih, tapi nggak gitu juga keles!
“Yaelah
boss. Mana adalah si Debo punya cewek. Tuh tarra ya yang lagi dipetik boss.”
Jelas pemuda kribo sambil terkekeh pelan. Rio menepuk dahinya, ia baru ingat
kalau Tarra itu nama gitar si Mohawk – umm, Debo—.
Well,
mari kita beramah tamah sebentar. Memperkenalkan tiga orang yang bercakap-cakap
di paragraph sebelumnya. Kita mulai dari si Kribo, yang paling kecil di antara
ketiganya. Tidak berniat mempunyai rambut kribo, niat awalnya menjadi gondrong
dan jadi keren, eh rambutnya malah tumbuh ke atas seperti brokoli. Namanya
Baskoro tapi karena ia rasa nama itu terlalu cupu dan tidak cocok untuk
kehidupannya yang sekarang bisa dibilang keras ia memakai nama Bastian. Oiya,
mengingat dia yang paling kecil dia yang biasanya dijadikan pembantu dadakan
oleh dua temannya.
Yang
kedua, si rambut Mohawk. Namanya Debo, pemuda yang sebenarnya lugu namun
tiba-tiba terikat dengan Baskoro umm Bastian karena sebuah kecelakaan kecil
yang dulu menimpanya. Debo yang kala itu membantu pamannya berdagang bakso
tiba-tiba ditabrak Bastian. Sebagai ganti rugi, Debo meminta dibelikan gitar
oleh Bastian –yang kala itu langsung disembur pamannya, ‘bukannya minta gerobak
bakso malah minta gitar. Beleguk sia’—ya, si Tarra itu pemberian Bastian.
Semenjak itu terobsesi menjadi gitaris band rock sampai mengubah gaya rambutnya
menjadi Mohawk. Dan juga membuang jauh raut lugunya yang dulu.
Yang
terakhir last but not least…
Yang
kerap dipanggil Bastian dan Debo ‘boss’ meskipun ia sendiri tidak pernah
meminta untuk dipanggil seperti itu. Yang paling misterius di antara ketiganya,
namanya Rio. Tidak ada yang tahu masa lalunya. Sudah, segitu saja tentang si
Boss. Ketiga orang ini bukan preman, bukan tampang mereka memang berandal.
Mereka hanya orang jalanan, tinggal di jalanan yang keras. Daripada memalak
mereka lebih suka mengamen. Kala mengamen pun mereka tak menginginkan uang.
Ketiganya hanya suka bernyanyi dan memetik gitar. Well, walaupun Rio terkadang
suka menagih rupiah pada anak sekolah yang lewat di depannya. Oh, ya satu
tambahan mengenai Rio, ia selalu menatap tak suka pada SMA entah untuk alasan
apa. “mungkin itu kenapa boss malak, dia nggak suka anak SMA” celetuk Debo
polos saat sedang ngobrol dengan Bastian tentang kebiasaan Rio.
“Boss,
kita cabut dulu ya?” pamit Bastian pada Rio. Debo di sebelah Bastian hanya
tersenyum lemah sambil menatap Tarra yang masih di pangkuan Rio.
“Nih.
Nggak usah melas gitu mukanya.” Rio menyerahkan Tarra pada Debo.
“Dadah
boss.” Bastian pun dengan hebohnya melambai kea rah Rio yang menatapnya,
oh-plis-gue-nggak-kenal-lo.
Selepas
Bastian dan Debo pergi, Rio menatap kea rah seorang yang tengah berjalan ke
arahnya dengan ketar-ketir. Rio tersenyum miring, anak SMA, batinnya senang.
Ya, setidaknya bertambahlah korban palaknya hari ini. Pelaris, eh?
*
Sofia menyesal
tidak mengiyakan ajakan Raynald pulang bersama siang ini. Dengan sok jual
mahal, Sofia malah melenggang pergi saat Ray menawarkan diri mengantarnya
pulang.
“Gue bisa
pulang sendiri, Ray.” Ujar Ify tadi sambil berjalan layaknya Cinderella yang
terburu-buru meninggalkan pangerannya karena sudah jam dua belas malam.
Dan sekarang
Ify menyesal setengah mati, coba saja kalau iya duduk manis di jok sebelah Ray
pasti ia sudah di rumah asyik dengan novel-novelnya. Tapi, sekarang? Jangankan
sampai rumah, Ify malah berjalan kaki karena bus yang tadi ia tumpangi mendadak
mogok. Mana jalan yang dilalui Ify kali ini terkenal dengan preman yang garang.
Ify kan ngeri. Seumur hidup, ia tidak pernah bertemu preman. Bagi gadis itu,
preman hanyalah mitos. Tapi? Sekarang Ify percaya preman itu ada. Ia kini
melihatnya, beberapa meter dari tempatnya berdiri sekarang. Dan nampaknya si
preman peka akan kehadirannya.
Ify sudah
ketar-ketir, sempat berpikir untuk putar balik. Tapi, akan terlalu lama.
“Ify, itu
jalanmu satu-satunya.” Ify bergumam sendiri.
“Face it. Itu
Cuma preman.” Ujar Ify enteng. Oke, ternyata kalimat-kalimat itu berefek pada
kepercayaan diri Ify. Dengan langkah mantap, gadis yang masih berbalut seragam
SMA itu meneruskan langkahnya. Tidak peduli ia akan dibully si preman, yang ada
di pikiran Ify ‘itu Cuma preman, and he may not smarter than me, haha’
“Heh! Bocah!”
hardik pemuda yang tengah duduk di kursi kayu. Ify melenggang cuek, bukan dia
kok yang dipanggil. Ify kan bukan bocah lagi, keep walking Ify. Rio –pemuda
tadi—menggeram pelan, besar juga nyali gadis yang baru saja lewat. Rio segera
mencekal pergelangan tangan Ify. Ify tercekat, ada yang aneh, bukannya merasa
terancam Ify malah merasa…. Ah sudahlah.
“Apa lo?”
sahut Ify nyolot dan berusaha melepaskan cekalan tangannya. Pemuda di depan Ify
tersenyum miring dan menatap tajam mata Ify. Lagi-lagi, bukannya merasa
terancam, Ify merasa…
“Bagi duit.”
Hardik Rio cepat, khasnya jika sedang memalak orang. Ify tidak merogoh saku
atau dompetnya untuk memberikan rupiahnya untuk Rio. Gadis itu malah balas
menatap Rio tajam.
“Atas dasar
apa gue harus ngasih uang gue ke elo?” sanggah Ify sambil terus berusaha
melepaskan cekalan Rio. Rio menatap Ify semakin tajam, Ify agak ngeri
sebenarnya tapi ia tak mau kalah dalam hal ini. Ia juga menajamkan tatapannya.
“Apa ini
termasuk pajak? Retribusi? Idihh.” Ify mengubah nada bicaranya, kedengaran
seperti mengejek.
“Pajak apa
retribusi mah masih ada untungnya. Masih ada hal yang layak dibalik gue
nyerahin duit gue buat itu. Lah elo?” Ify menatap Rio tajam, gadis itu tak ada
niat untuk menghentikan ucapannya. Pelan-pelan, cekalan di tangannya mengendur.
Rio melepaskannya, ify merasa menang.
“Elo Cuma
sampah masyarakat, haha.” Ledek Ify, yang merasa menang. Ify tidak sadar kalau
sekarang Rio sedang mengepalkan tangannya. Mungkin kapan saja ia bisa menghajar
Ify, tidak peduli apapun gender Ify, tak peduli akan dicap apa ia nanti. Yang
jelas, gadis di hadapannya ini berhasil membuat darahnya mendidih.
“Coba lo
ulangi sekali lagi?” Rio kini mencengkeram bahu Ify kuat-kuat. Ify sedikit
tercekat dan rasa panic mendadak menghinggapinya. Tenang, Ify, those with brain
are braver, stronger than those with muscle, rapal Ify dalam hati.
“Sampah
masyarakat! Dia yang selalu menggunakan otot untuk mengintimidasi yang lain,
bahkan mungkin otaknya juga digunain buat hal yang sama.” Kalimat itu meluncur
begitu saja dari mulut Ify. Hal yang sebenarnya disesali Ify. Sepintar-pintar
Ify, Ify nol besar dalam hal bela diri. Jadi, mungkin besok nama Ify akan ada
di head line koran, sebagai korban preman. Ify kini menggigit bibir bawahnya,
rasa takut itu baru muncul saat mata pemuda itu menusuk bola matanya. Ify takut
setengah mati.
“CK!” pemuda
di depan Ify berdecak keras lalu melepas pegangannya pada Ify lalu melenggang
begitu saja. Ify baru bisa bernapas lega, saat pemuda itu hilang dari
pandangannya. Rasa lega mulai menjalari dirinya, tapi selain itu rasa ingin
tahu gadis berdagu tirus itu mencuat seketika. Tentang preman tadi, Ify merasa
ada yang beda dari dirinya, bisa saja di balik kebrandalannya menyimpan
rahasia. Tentang dia dan hidupnya.
**
Setelah
kejadian siang hari minggu lalu, Ify selalu menerima tawaran teman-temannya
untuk pulang bersama, naik bus atau naik motor mereka, Ify terima. Tapi yang
paling sering menawarkannya tumpangan adalah Raynald. Cowok dengan rambut yang
sudah hampir mencapai bahu, gondrong. Di sekolah Ify memang terserah sih mau
laki-laki atau perempuan bergaya rambut apapun, asalkan rapi dan sopan, silakan
berangkat ke sekolah.
“Ify?” panggil
Ray, saat Ify baru keluar dari kelasnya.
“Hari ini kita
nggak bisa pulang bareng deh. Anak-anak ngajakin nge-jam.” Ujar Ray saat
mendapat perhatian penuh Ify. Ify mengangguk mengerti lalu menepuk pundak Ray.
“Iya, nggak
apa-apa. Coverin gue lagu ya, Ray?” balas Ify. Ray mengangkat kedua jempolnya
lalu berpamitan pada Ify.
Ify segera
memasuki bis yang berhenti di halte depan sekolahnya. Ia segera mencari-cari
tempat duduk. Beruntung, bis yang ia tumpangi sekarang tidak penuh, lengang
sekali malahan dan juga berisikan anak-anak dari sekolahnya, Ify jadi merasa
aman.
“Selamat
siangg!!” suara cempreng itu menggelegar memenuhi ruangan bis. Ify melongok
dari tempat duduknya, didapatinya dua orang cowok dengan rambut kribo dan yang
satunya Mohawk. Si Mohawk menenteng gitar.
“Untuk mengisi
kekosongan di bis ini. Kita disini mau nyanyi buat sekedar menghibur
teman-teman,” ujar si Kribo riang. Ify kembali membetulkan posisi duduknya lalu
melihat ke arah jendela, melihat jalanan yang selalu penuh sesak.
Melihat tawamu, mendengar senandungmu
Terlihat jelas di mataku, warna-warna
indahmu
Ify masih
termangu memandang ke luar, suara syahdu dua orang tadi membuat Ify makin
terlarut dengan pemandangan kendaraan yang bersalipan untuk mencapai tujuan.
Saat kau di sisiku, kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu, anugerah terindah yang
pernah kumiliki
Ify menoleh ke
arah cowok tadi, penasaran suara siapa yang teramat merdu membelai
pendengarannya. Begitu menoleh kea rah depan, mata Ify membulat sempurna. Itu kan…
**
Rio
melanjutkan lirik yang ia nyanyikan sumringah, ini salah satu lagu favoritnya. Sambil
terpejam, ia coba menghayati lagu ini setiap menyanyikan.
Tegaskan bahwa kamu, anugerah terindah yang
pernah kumiliki
Begitu
menyelesaikan lirik itu, Rio membuka matanya. Dan berbarengan dengan itu
sepasang mata yang membulat sempurna tengah menatapnya dengan pandangan yang
tak terbaca. Itu gadis yang minggu lalu yang mengatainya tidak berotak. Rio
tersenyum miring padanya, dan gadis itu kembali ke posisi semula, tak lagi
menatap Rio.
“Udah boss?”
tanya Bastian polos. Rio tak menjawab, malah melenggang pergi dan melompat
turun dari bis yang untungnya sedang berjalan pelan. Bastian mengedikkan bahu
bingung saat Debo bertanya ‘boss kenapa?’
Saat bis
benar-benar berhenti di halte. Barulah Bastian dan Debo turun dengan membawa
recehan yang mereka dapatkan.
“Lumayanlah
buat beli es teh.” Gumam Debo sambil terkekeh pelan. Bastian memutar bola
matanya malas, pikiran debo hanya berputar pada dua hal; Tarra dan es teh. Dasar!
“Tunggu! Tunggu!”
teriakan seorang gadis membuat debo dan Bastian berhenti dan menoleh. Seorang
siswi dari bus tadi juga rupanya, yang tadi memberi mereka selembar 5000 pada
mereka.
“Ada apa mbak?”
tanya Bastian sopan. Gadis tadi sedikit kaget mendengar Bastian berucap begitu
sopan. Gadis tadi menggeleng.
“Aku Ify,
kalau kalian?” ujar Ify memperkenalkan diri. Debo dan Bastian berpandangan
bingung. Tapi, mereka memberi tahu Ify siapa mereka.
“Aku mau
nanya. Cowok yang nyanyi tadi siapa?” tanya Ify begitu Bastian dan Debo
berhenti mengolok nama masing-masing bergantian.
“Itu tadi Boss
Rio.” Jawab Debo. Ify mengangguk.
“Rio.” Kini Ify
yang melafalkan nama singkat itu. Nama singkat seseorang yang mungkin punya
cerita yang tidak sesingkat namanya. Nama pemuda yang membuat Ify ingin tahu
siapa dia sebenarnya…
**
Sudah ya. Sesingkat ini dulu. Untuk kapan nge-postnya belum tau setiap hari apa. Kalau selo pasti dipost kok. Maklumin aja ya, namanya juga maba, sibuk sana-sini mencari jati diri di kampus ^^
Jangan lupa comment nya
Oiya, di follow juga boleh lhoo @citr_
Makasih <3
0 komentar:
Posting Komentar
Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3