I'm back *halah* ini nih part 13 nya, gatau deh. Ini makin absurd dan kayaknya gabisa end di 15 T^T
why melted why. Yaudah yuk, cekidottt :3
PART 13
Aku
tidak tahu, harapan bisa serumit dan sesakit ini – Rio.
Juniel
segera menarik rio menuju mobil. Sivia, gadis tadi ikut mengekornya lalu
berpamitan pada Iyel saat rio sudah masuk dalam mobil.
“Hati-hati
ya. Oh, ya. Jangan keras-keras sama Rio. Dia agak bingung sama keadaan ini,
yel.” Pesan Sivia sambil tersenyum. Juniel mengangguk lalu ikut masuk ke dalam
mobilnya.
Sivia
memandang kepergian Jazz biru itu dengan khawatir. Iyel bisa saja marah besar
di dalam sana mengingat tadi pandangan mata Iyel memerah saat menarik Rio
mengajaknya pulang. Semoga saja tidak terjadi apa-apa disana.
Sivia
pun berjalan menuju halte, menunggu jemputan mengingat ia gagal pulang bersama
Iyel karena masalah tadi. Halte yang biasanya ramai itu hanya menyisakan
seorang siswa yang tidak tampak seperti menunggu melainkan melamun. Dari jauh
pun Sivia sudah menebak kalau cowok itu sedang tertekan.
Sivia
menyodorkan sebungkus permen saat ia duduk di sebelah cowok itu. Cowok itu
menoleh padanya, Sivia tersenyum ramah.
“Halo?”
sapa Sivia ramah. Cowok itu Nampak kaget, terlihat dari mata sipitnya yang kini
membulat. Cowok itu beralis tebal seperti alis Sivia, ia juga bermata sipit
seperti Sivia, juga kulitnya putih lagi-lagi mirip Sivia. Sivia jadi seperti
melihat dirinya sendiri hanya saja dalam versi cowok.
“Lo
Sivia kan?” tanya cowok itu memastikan. Sivia mengangguk.
“Gue
Alvin,” ujar cowok itu salah tingkah. Sivia mengangguk mengerti.
“Gue
baca artikel soal lo di mading kemarin,” ujar Alvin sekedar memecah suasana.
“oh,
ya? Bagus nggak, itu debutnya Iyel.” Tanggap Sivia antusias.
“Eh,
ini. Permennya, ambil deh. Mint bisa mengurangi stress lo.” Sivia meletakkan
permennya di telapak tangan Alvin.
“Thanks.”
Ujar Alvin senang. Sebegitu tampakkah wajah muramnya sampai-sampai Sivia
membagi permennya untuk Alvin. Sivia dan Alvin pun saling diam, sibuk dengan
pikirannya masing-masing.
“Akhir-akhir
ini lo banyak masalah ya?” tanya Sivia hati-hati. Alvin menoleh ke arahnya,
lalu cowok itu mengangguk.
“Iya.
Banyak banget. Gue pusing, gue nggak tahu harus cerita ke siapa lagi,” Alvin
menatap Sivia serius.
“Lo
bisa cerita ke gue. Ya, walaupun lo baru kenal gue lima menit yang lalu. Tapi,
gue bisa dipercaya kok.” Tawar Sivia.
“Makasih
lagi.” Ucap Alvin.
“Kalau
gue boleh bilang ini, lo kayak permen Mint ini deh. Lo ngilangin stress gue,”
lanjut Alvin. Sivia hanya tersenyum, senang rasanya bisa meringankan beban
orang lain.
[]
Juniel
baru sekali ini merasa marah dan kecewa pada Rio sepanjang hidupnya. Rio memang
keterlaluan, Juniel tahu itu kalau Rio suka seenaknya. Tapi, kali ini Rio
benar-benar tidak tahu diri menurutnya.
“Lo
sadar nggak sih sama apa yang udah lo lakuin?” cerca Juniel dalam mobil. Rio
tak menyahuti perkataan abang kembarnya. Hening, hanya radio yang diputar Mas
Dodit menggema di dalam jazz mereka. Iyel menggeram pelan mencoba menahan
emosinya. Sementara Rio hanya diam menatap ke luar jendela.
‘kenapa
selalu gue yang salah?’ batinnya perih.
Sesampainya
di rumah, Iyel menyeret Rio ke kamarnya.
“Lo!
Junio tesla. Berhenti main-main,” bentak Juniel.
“Main-main
apa?” balas Rio tak terima. Juniel menghela napasnya berat.
“ck!
Tentang harapan! Harapan yang lo beri ke Ify sama Shilla.” Rio terdiam
mendengar ucapan Juniel, rasanya seperti terkena tinju Chris John. Bug.
“Gue
juga nggak mau ini terjadi, yel.” Rio tak sanggup meneruskan ucapannya membuat
Juniel geram lagi.
“Gue
tahu Rio. Nggak pernah ada yang mengajari kita tentang kasih sayang. Nggak ada
yang ngajari kita gimana menyayangi orang lain, Rio. Tapi yo, sebuta apapun
kita tentang cinta. Nggak ada yang ngajarin kita tentang menghancurkan perasaan
orang dengan harapan,yo. Nggak ada.” Juniel menumpahkan segala yang ada di
dalam kepalanya. Namun, tanpa ia sadari bukan hanya Rio yang tercekat. Ada
orang lain yang juga tertohok karena ucapan Juniel.
[]
Shilla
memasuki kelasnya dengan tampang sumringah. Ya, hari ini ia akan berjualan
tiket pre-sale pensi Labsky. Lumayanlah, bisa mengisi kantongnya untuk jajan.
“Siapa
mau beli tiket pensi labsky.” Teriak Shilla ceria. Anak-anak di kelasnya pun
langsung menghampiri gadis itu.
“Yayyy.
Laris manis.” Shilla merapikan tiket-tiketnya yang tersisa lalu menghampiri
meja Alvin.
“Cieee.
Alvin kemarin ngobrol sama bakal jodohnya,” goda Shilla sambil mengerling jahil
ke arah Alvin. Alvin yang tadinya memandang titik jauh di depannya menoleh kea
rah Shilla.
“Lo
tahu?” ujarnya kaget. Shilla mengangguk sambil tersenyum aneh.
“Cieee.
Gue sama Ify tahu keleus,” jawab gadis itu semangat.
“Tapi
gue nggak suka deh lo selingkuh gitu,” lanjut gadis itu sedikit kecewa.
“Selingkuh
apaan?” sangkal Alvin sambil mencubit lengan Shilla. Shilla mengaduh pelan lalu
manyun.
“Selingkuh
dari Ify lah,” sahut Shilla santai.
“Gue
bukan pacarnya Ify,” Alvin menatap Shilla galak. Shilla bergidik ngeri melihat
Alvin.
“Yaudah
sih woles aja. Lo masih marah sama Ify?”
“Jangan
marahan dong. Gue sedih liat sohib gue marahan. Maafin dia ya, Vin?” pinta
Shilla dengan puppy eyes nya. Alvin berdecak pelan, tapi akhirnya luluh juga.
Ia pun mengangguk setuju.
“Nah,
gitu dong. Nih, tiket buat lo berdua. Ntar kasihin Ify ya, Okeee?” Shilla pun
memberi dua tiket kepada Alvin.
Ah,
Shilla . kenapa sih lo selalu baik sama orang-orang. Kenapa sih lo memandang
gue bener padahal gue salah? Kenapa sih lo melihat sisi positif gue di balik
sisi negative gue? Kenapa sih Shill gue selalu mau nurutin mau lo? Kenapa?
Batin Alvin tak mengerti.
[]
Saat
jam istirahat Ify menuju perpustakaan. Rio ingin menemuinya, penting katanya di
sms tadi. Shilla tak memandang Ify curiga sedikitpun ia hanya berpesan agar
bergabung dengannya dan Alvin di kantin nanti. Sementara Alvin hanya menepuk
bahunya saja lalu menyeret Shilla ke kantin.
Ify
melangkah menuju sudut perpustakaan tempat ia biasa bercakap-cakap dengan Rio.
Dan Rio sudah ada disana terduduk frustasi. Ify khawatir melihatnya jadi ia
segera berlari menuju pemuda itu.
“Ada
apa?” tanya Ify khawatir. Rio mendongak kea rah Ify yang menatapnya penuh
tanya.
“Ify..
Aku nggak tahu kalau harapan bisa sesakit dan serumit ini,” jawab Rio lirih.
“Rio…”
lirih Ify.
“Semuanya
akan baik-baik aja.” Lanjut gadis itu tak tahu apa yang harus ia katakan pada
Rio.
“Gue
disini, oke?” kini Ify berusaha menghapus gundah yang ada pada Rio.
“Dengerin
gue,” perintah Ify. Riopun memandang wajah serius Ify.
“Bukan
hanya harapan yang rumit dan kadang bikin sakit. Tapi hidup ini juga sama aja
yo. Rumit, tapi bukan berarti nggak bisa dijalani kan. Sakit, bukan berarti
nggak bisa disembuhin kan? Kalau harapan itu rumit, percaya deh pasti ada jalan
keluarnya. Kalau harapan itu sakit, yakin deh ada obatnya. Lo tahu itu kan?”
Rio menggeleng putus asa, sungguh ia tidak tahu.
“Ify,”
panggil Rio lirih.
“Maaf
ya, soal harapan yang gue kasih ke lo dan juga Shilla. Maaf, ify.” Ujar Rio
perih membuat Ify segera memeluk pemuda itu.
[]
“Huh!!
Ify mana sih. Katanya tadi nggak ikut bimbel, tapi lama amat sampainya ke
sini,” gerutu Shilla. Alvin hanya menatap cewek itu heran. Shilla nggak pernah
sabar kalau nungguin orang, haha.
“Sabar,
shill. Otw kali si Ify nya,” sahut Alvin menenangkan.
“eh,
gue mandi dulu ye?” lanjut Alvin kemudian. Shilla mengangguk. Sore ini memang
ia dan Ify main ke rumah Alvin hanya untuk sekedar mencicipi cup cake buatan Ce
Tasya,, kakak Alvin.
“Jangan
lama-lama, eh,” pesan Shilla sebelum Alvin meninggalkan taman belakang. Alvin
mengacungkan jempolnya lalu berlari menuju kamar mandi.
Shilla
meraih handphonenya, sekali lagi ia mencoba menghubungi Ify yang sekarang entah
ada dimana.
“ify,
bales napa sms guee,” keluh Shilla. Gadis itupun mengutak-atik handphonenya,
buka aplikasi ini itu tak jelas hanya menunggu sms dari Ify. Sampai mata Shilla
mendapati handphone Alvin tergeletak begitu saja di dekat bola basketnya.
“Dasar
ceroboh!” cibir Shilla. Ia pun memungutnya dan ide cemerlangpun melintas di
otaknya. Dengan cekatan Shilla mengirim pesan kepada Ify, siapa tahu kalau
Alvin yang sms dibalas Ify. Ye gak? Tak lama kemudian, handphone Alvin
bergetar, tanda sms masuk.
/alv, sorry. Bentar, gue lagi sm Rio
nih. Bentar/
Jdeerr!!
Ify?
Dengan Rio? Ngapain? Batin Shilla tak percaya. Terdorong rasa penasarannya,
Shilla mengscroll up sms Ify dan Alvin. Ada banyak yang tidak Shilla ketahui
disana.
/pacaran model apa sih lo sama Rio?
Heran gue/
/tau
ah/
/ya, lo tuh Cuma mak comblang. Ngpain
pake suka-suka rio segala. Hih, gedek gue sm lau Fy =))
/ih,
Kopin mah gitu :( gue udh berusaha ga suka y tapi gmna lagi pfft/
/inget Shilla. Ah, dia pasti ngamuk
kalo tau ini/
/tanggung
barengan ya pin kl ngamuk beneran T___T/
/ah, raisa deh gue. Serba salah/
Cukup.
Shilla tidak sanggup membaca rangkaian pesan Ify dan Alvin lagi. Kenyataan
bahwa Ify adalah pacar Rio cukup membuat hati Shilla seakan diremas sekarang.
Tapi, yang paling membuatnya kecewa adalah kenapa Ify dan Alvin tidak jujur
saja pada Shilla. Shilla segera melangkahkan kaki keluar dari rumah Alvin. Ia
butuh menenangkan diri sekarang.
“Eh,
Shilla mau kemana?” tanya Ce Tasya. Shilla berhenti namun tidak berbalik.
“pulang,
ce. Ada acara mendadak nih resital piano Acha.” Bohong Shilla lalu segera
menghilang di balik pintu. Biar saja kali ini ia dianggap tak sopan, Shilla
nggak peduli. Yang penting sekarang Shilla harus menenangkan diri.
Setelah
berganti baju, Alvin segera menghampiri Shilla di halaman belakang. Namun,
nihil tidak ada Shilla di sana. Ah, iya pasti Shilla sudah menyusul Ce Tasya di
dapur, gadis itu kan paling suka dengan cup cake jadi ada kemungkinan Shilla
pasti sudah duduk dengan mupeng disana.
“Shill?”
panggil Alvin ketika memasuki dapur.
“Nyari
Shilla? Dia udah pulang,” sahut Ce Tasya sambil mengangkat cup cakenya yang
baru matang.
“Loh
kok?” tanya Alvin bingung.
“Katanya
ada acara mendadak,” jelas ce tasya sambil menata cup cake-cup cake nya. Alvin
hanya mengangguk lalu kembali ke halaman belakang untuk mencari ponselnya. Alvin
menemukan handphonenya tergeletak begitu saja di kursi santainya tempat ia dan
Shilla tadi mengobrol. Alvin mendadak panik, astaga! Mungkinkah Shilla membuka
hpnya tadi dan membaca smsnya. Astaga, gawat, celaka tiga belas!
“Ify!”
pekik Alvin di telepon saat Ify menjawab panggilannya.
“apaan
sih Alv?” tanya Ify di seberang sana.
“Shilla.
Udah tahu soal lo dan Rio.”
[]
Ify
seperti tersengat listrik ribuan volt di tempatnya berdiri sekarang.
Kebohongannya selama ini terungkap juga oleh Shilla. Kepala Ify limbung, ia
tidak tahu apa yang akan ia katakan saat bertemu Shilla nanti. Belum lagi,
sekarang ini ia tengah berada di rumah Rio, ia ikut membantu Rio menyambut
kedatangan ibunya.
“Ify,
ada apa?” tanya Sivia yang juga berada disana. Ify menggeleng lemah.
“Lo
yakin?” tanya Sivia, kini gadis itu tampak khawatir. Ify mengangguk.
“Yaudah
yuk, balik. Si kembar nyariin tuh,” ajak Sivia sambil menggandeng Ify kembali
ke taman belakang rumah Rio.
Ify
duduk di kursinya dengan perasaan tak nyaman. Rio yang sedari tadi memandang
gadis itu ikut bingung.
“Kamu
kenapa?” tanya Rio khawatir. Ify menggeleng.
“Aku
harus pulang sekarang yo,” ujar Ify akhirnya. Rio mengangkat sebelah alisnya.
“Kok
buru-buru. Mama aku juga belum sampai, tunggu sebentar lagi ya. Aku mau
ngenalin kamu ke dia,” pinta Rio namun Ify menggeleng.
“Aku
harus pulang. Ada sesuatu yang penting.” Balas Ify pelan.
‘dan
ini ada hubungannya sama Shilla.’ Batin Ify. Rio akhirnya mengalah, ia
memperbolehkan Ify pulang. Setelahnya, Ify segera menuju rumah Alvin. Ya,
Tuhan. Apa yang harus ia perbuat sekarang setelah Shilla tahu kenyataannya.
Tuhan, tolong Ify.
[]
Shilla
menatap langit oranye di atasnya. Sebentar lagi gelap, namun ia belum juga
beranjak dari tempatnya sekarang. Shilla mencengkeram bajunya erat-erat menahan
air matanya agar tidak meluncur.
Shilla
tidak tahu kenapa ia merasa sesakit ini. Shilla tidak tahu kenapa ia merasa
dikhianati. Perlahan, pertahanan Shilla goyah juga, air matanya mengalir tanpa
bisa dibendung. Shilla menangis sejadi-jadinya. Sekeras apapun ia mencoba, ia
tak bisa menyembunyikan kekecewaannya, amarahnya, dan semua perasaan campur
aduknya.
“Ify,
Alvin.” Panggil Shilla di sela tangisnya.
Jujur,
Shilla kecewa dengan keduanya. Tapi Shilla juga tidak bisa menyalahkan mereka.
Niat mereka baik untuk menjodohkan Shilla dan Rio. Tapi Shilla juga sadar, ia
terlalu polos dan terlalu bodoh dalam menanggapi kehadiran Rio. Bukannya ia
sudah tahu kalau Ify naksir Rio sejak lama, bodohnya sekarang Shilla juga mulai
menyukai pemuda itu. Hal yang membuat masalah ini semakin rumit saja.
Shilla
terisak lagi. Apa persahabatannya dengan Ify tidak bisa terselamatkan lagi? Apa
persahabatan yang ia bangun sekian lama akan rusak dan putus begitu saja? Apa
Shilla sanggup kalau semua itu terjadi? Apa Shilla bisa?
*
Nah, kan absurd.
Udah dulu ya, Bye Bye :) @citr_
0 komentar:
Posting Komentar
Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3