Senin, 07 Juli 2014

Melted [13]

Halooo :D
I'm back *halah* ini nih part 13 nya, gatau deh. Ini makin absurd dan kayaknya gabisa end di 15 T^T
why melted why. Yaudah yuk, cekidottt :3



PART 13
                Aku tidak tahu, harapan bisa serumit dan sesakit ini – Rio.
                Juniel segera menarik rio menuju mobil. Sivia, gadis tadi ikut mengekornya lalu berpamitan pada Iyel saat rio sudah masuk dalam mobil.
                “Hati-hati ya. Oh, ya. Jangan keras-keras sama Rio. Dia agak bingung sama keadaan ini, yel.” Pesan Sivia sambil tersenyum. Juniel mengangguk lalu ikut masuk ke dalam mobilnya.
                Sivia memandang kepergian Jazz biru itu dengan khawatir. Iyel bisa saja marah besar di dalam sana mengingat tadi pandangan mata Iyel memerah saat menarik Rio mengajaknya pulang. Semoga saja tidak terjadi apa-apa disana.
                Sivia pun berjalan menuju halte, menunggu jemputan mengingat ia gagal pulang bersama Iyel karena masalah tadi. Halte yang biasanya ramai itu hanya menyisakan seorang siswa yang tidak tampak seperti menunggu melainkan melamun. Dari jauh pun Sivia sudah menebak kalau cowok itu sedang tertekan.
                Sivia menyodorkan sebungkus permen saat ia duduk di sebelah cowok itu. Cowok itu menoleh padanya, Sivia tersenyum ramah.
                “Halo?” sapa Sivia ramah. Cowok itu Nampak kaget, terlihat dari mata sipitnya yang kini membulat. Cowok itu beralis tebal seperti alis Sivia, ia juga bermata sipit seperti Sivia, juga kulitnya putih lagi-lagi mirip Sivia. Sivia jadi seperti melihat dirinya sendiri hanya saja dalam versi cowok.
                “Lo Sivia kan?” tanya cowok itu memastikan. Sivia mengangguk.
                “Gue Alvin,” ujar cowok itu salah tingkah. Sivia mengangguk mengerti.
                “Gue baca artikel soal lo di mading kemarin,” ujar Alvin sekedar memecah suasana.
                “oh, ya? Bagus nggak, itu debutnya Iyel.” Tanggap Sivia antusias.
                “Eh, ini. Permennya, ambil deh. Mint bisa mengurangi stress lo.” Sivia meletakkan permennya di telapak tangan Alvin.   
                “Thanks.” Ujar Alvin senang. Sebegitu tampakkah wajah muramnya sampai-sampai Sivia membagi permennya untuk Alvin. Sivia dan Alvin pun saling diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
                “Akhir-akhir ini lo banyak masalah ya?” tanya Sivia hati-hati. Alvin menoleh ke arahnya, lalu cowok itu mengangguk.
                “Iya. Banyak banget. Gue pusing, gue nggak tahu harus cerita ke siapa lagi,” Alvin menatap Sivia serius.
                “Lo bisa cerita ke gue. Ya, walaupun lo baru kenal gue lima menit yang lalu. Tapi, gue bisa dipercaya kok.” Tawar Sivia.
                “Makasih lagi.” Ucap Alvin.
                “Kalau gue boleh bilang ini, lo kayak permen Mint ini deh. Lo ngilangin stress gue,” lanjut Alvin. Sivia hanya tersenyum, senang rasanya bisa meringankan beban orang lain.
[]
                Juniel baru sekali ini merasa marah dan kecewa pada Rio sepanjang hidupnya. Rio memang keterlaluan, Juniel tahu itu kalau Rio suka seenaknya. Tapi, kali ini Rio benar-benar tidak tahu diri menurutnya.
                “Lo sadar nggak sih sama apa yang udah lo lakuin?” cerca Juniel dalam mobil. Rio tak menyahuti perkataan abang kembarnya. Hening, hanya radio yang diputar Mas Dodit menggema di dalam jazz mereka. Iyel menggeram pelan mencoba menahan emosinya. Sementara Rio hanya diam menatap ke luar jendela.
                ‘kenapa selalu gue yang salah?’ batinnya perih.
                Sesampainya di rumah, Iyel menyeret Rio ke kamarnya.
                “Lo! Junio tesla. Berhenti main-main,” bentak Juniel.
                “Main-main apa?” balas Rio tak terima. Juniel menghela napasnya berat.
                “ck! Tentang harapan! Harapan yang lo beri ke Ify sama Shilla.” Rio terdiam mendengar ucapan Juniel, rasanya seperti terkena tinju Chris John. Bug.
                “Gue juga nggak mau ini terjadi, yel.” Rio tak sanggup meneruskan ucapannya membuat Juniel geram lagi.
                “Gue tahu Rio. Nggak pernah ada yang mengajari kita tentang kasih sayang. Nggak ada yang ngajari kita gimana menyayangi orang lain, Rio. Tapi yo, sebuta apapun kita tentang cinta. Nggak ada yang ngajarin kita tentang menghancurkan perasaan orang dengan harapan,yo. Nggak ada.” Juniel menumpahkan segala yang ada di dalam kepalanya. Namun, tanpa ia sadari bukan hanya Rio yang tercekat. Ada orang lain yang juga tertohok karena ucapan Juniel.
[]
                Shilla memasuki kelasnya dengan tampang sumringah. Ya, hari ini ia akan berjualan tiket pre-sale pensi Labsky. Lumayanlah, bisa mengisi kantongnya untuk jajan.
                “Siapa mau beli tiket pensi labsky.” Teriak Shilla ceria. Anak-anak di kelasnya pun langsung menghampiri gadis itu.
                “Yayyy. Laris manis.” Shilla merapikan tiket-tiketnya yang tersisa lalu menghampiri meja Alvin.
                “Cieee. Alvin kemarin ngobrol sama bakal jodohnya,” goda Shilla sambil mengerling jahil ke arah Alvin. Alvin yang tadinya memandang titik jauh di depannya menoleh kea rah Shilla.
                “Lo tahu?” ujarnya kaget. Shilla mengangguk sambil tersenyum aneh.
                “Cieee. Gue sama Ify tahu keleus,” jawab gadis itu semangat.
                “Tapi gue nggak suka deh lo selingkuh gitu,” lanjut gadis itu sedikit kecewa.
                “Selingkuh apaan?” sangkal Alvin sambil mencubit lengan Shilla. Shilla mengaduh pelan lalu manyun.
                “Selingkuh dari Ify lah,” sahut Shilla santai.
                “Gue bukan pacarnya Ify,” Alvin menatap Shilla galak. Shilla bergidik ngeri melihat Alvin.
                “Yaudah sih woles aja. Lo masih marah sama Ify?”
                “Jangan marahan dong. Gue sedih liat sohib gue marahan. Maafin dia ya, Vin?” pinta Shilla dengan puppy eyes nya. Alvin berdecak pelan, tapi akhirnya luluh juga. Ia pun mengangguk setuju.
                “Nah, gitu dong. Nih, tiket buat lo berdua. Ntar kasihin Ify ya, Okeee?” Shilla pun memberi dua tiket kepada Alvin.
                Ah, Shilla . kenapa sih lo selalu baik sama orang-orang. Kenapa sih lo memandang gue bener padahal gue salah? Kenapa sih lo melihat sisi positif gue di balik sisi negative gue? Kenapa sih Shill gue selalu mau nurutin mau lo? Kenapa? Batin Alvin tak mengerti.
[]
                Saat jam istirahat Ify menuju perpustakaan. Rio ingin menemuinya, penting katanya di sms tadi. Shilla tak memandang Ify curiga sedikitpun ia hanya berpesan agar bergabung dengannya dan Alvin di kantin nanti. Sementara Alvin hanya menepuk bahunya saja lalu menyeret Shilla ke kantin.
                Ify melangkah menuju sudut perpustakaan tempat ia biasa bercakap-cakap dengan Rio. Dan Rio sudah ada disana terduduk frustasi. Ify khawatir melihatnya jadi ia segera berlari menuju pemuda itu.
                “Ada apa?” tanya Ify khawatir. Rio mendongak kea rah Ify yang menatapnya penuh tanya.
                “Ify.. Aku nggak tahu kalau harapan bisa sesakit dan serumit ini,” jawab Rio lirih.
                “Rio…” lirih Ify.
                “Semuanya akan baik-baik aja.” Lanjut gadis itu tak tahu apa yang harus ia katakan pada Rio.
                “Gue disini, oke?” kini Ify berusaha menghapus gundah yang ada pada Rio.
                “Dengerin gue,” perintah Ify. Riopun memandang wajah serius Ify.
                “Bukan hanya harapan yang rumit dan kadang bikin sakit. Tapi hidup ini juga sama aja yo. Rumit, tapi bukan berarti nggak bisa dijalani kan. Sakit, bukan berarti nggak bisa disembuhin kan? Kalau harapan itu rumit, percaya deh pasti ada jalan keluarnya. Kalau harapan itu sakit, yakin deh ada obatnya. Lo tahu itu kan?” Rio menggeleng putus asa, sungguh ia tidak tahu.
                “Ify,” panggil Rio lirih.
                “Maaf ya, soal harapan yang gue kasih ke lo dan juga Shilla. Maaf, ify.” Ujar Rio perih membuat Ify segera memeluk pemuda itu.
[]
                “Huh!! Ify mana sih. Katanya tadi nggak ikut bimbel, tapi lama amat sampainya ke sini,” gerutu Shilla. Alvin hanya menatap cewek itu heran. Shilla nggak pernah sabar kalau nungguin orang, haha.
                “Sabar, shill. Otw kali si Ify nya,” sahut Alvin menenangkan.
                “eh, gue mandi dulu ye?” lanjut Alvin kemudian. Shilla mengangguk. Sore ini memang ia dan Ify main ke rumah Alvin hanya untuk sekedar mencicipi cup cake buatan Ce Tasya,, kakak Alvin.
                “Jangan lama-lama, eh,” pesan Shilla sebelum Alvin meninggalkan taman belakang. Alvin mengacungkan jempolnya lalu berlari menuju kamar mandi.  
                Shilla meraih handphonenya, sekali lagi ia mencoba menghubungi Ify yang sekarang entah ada dimana.
                “ify, bales napa sms guee,” keluh Shilla. Gadis itupun mengutak-atik handphonenya, buka aplikasi ini itu tak jelas hanya menunggu sms dari Ify. Sampai mata Shilla mendapati handphone Alvin tergeletak begitu saja di dekat bola basketnya.
                “Dasar ceroboh!” cibir Shilla. Ia pun memungutnya dan ide cemerlangpun melintas di otaknya. Dengan cekatan Shilla mengirim pesan kepada Ify, siapa tahu kalau Alvin yang sms dibalas Ify. Ye gak? Tak lama kemudian, handphone Alvin bergetar, tanda sms masuk.
/alv, sorry. Bentar, gue lagi sm Rio nih. Bentar/
Jdeerr!!
                Ify? Dengan Rio? Ngapain? Batin Shilla tak percaya. Terdorong rasa penasarannya, Shilla mengscroll up sms Ify dan Alvin. Ada banyak yang tidak Shilla ketahui disana.
/pacaran model apa sih lo sama Rio? Heran gue/
                /tau ah/
/ya, lo tuh Cuma mak comblang. Ngpain pake suka-suka rio segala. Hih, gedek gue sm lau Fy =))
                /ih, Kopin mah gitu :( gue udh berusaha ga suka y tapi gmna lagi pfft/
/inget Shilla. Ah, dia pasti ngamuk kalo tau ini/
                /tanggung barengan ya pin kl ngamuk beneran T___T/
/ah, raisa deh gue. Serba salah/
                Cukup. Shilla tidak sanggup membaca rangkaian pesan Ify dan Alvin lagi. Kenyataan bahwa Ify adalah pacar Rio cukup membuat hati Shilla seakan diremas sekarang. Tapi, yang paling membuatnya kecewa adalah kenapa Ify dan Alvin tidak jujur saja pada Shilla. Shilla segera melangkahkan kaki keluar dari rumah Alvin. Ia butuh menenangkan diri sekarang.
                “Eh, Shilla mau kemana?” tanya Ce Tasya. Shilla berhenti namun tidak berbalik.
                “pulang, ce. Ada acara mendadak nih resital piano Acha.” Bohong Shilla lalu segera menghilang di balik pintu. Biar saja kali ini ia dianggap tak sopan, Shilla nggak peduli. Yang penting sekarang Shilla harus menenangkan diri.
                Setelah berganti baju, Alvin segera menghampiri Shilla di halaman belakang. Namun, nihil tidak ada Shilla di sana. Ah, iya pasti Shilla sudah menyusul Ce Tasya di dapur, gadis itu kan paling suka dengan cup cake jadi ada kemungkinan Shilla pasti sudah duduk dengan mupeng disana.
                “Shill?” panggil Alvin ketika memasuki dapur.
                “Nyari Shilla? Dia udah pulang,” sahut Ce Tasya sambil mengangkat cup cakenya yang baru matang.
                “Loh kok?” tanya Alvin bingung.
                “Katanya ada acara mendadak,” jelas ce tasya sambil menata cup cake-cup cake nya. Alvin hanya mengangguk lalu kembali ke halaman belakang untuk mencari ponselnya. Alvin menemukan handphonenya tergeletak begitu saja di kursi santainya tempat ia dan Shilla tadi mengobrol. Alvin mendadak panik, astaga! Mungkinkah Shilla membuka hpnya tadi dan membaca smsnya. Astaga, gawat, celaka tiga belas!
                “Ify!” pekik Alvin di telepon saat Ify menjawab panggilannya.
                “apaan sih Alv?” tanya Ify di seberang sana.
                “Shilla. Udah tahu soal lo dan Rio.”
[]
                Ify seperti tersengat listrik ribuan volt di tempatnya berdiri sekarang. Kebohongannya selama ini terungkap juga oleh Shilla. Kepala Ify limbung, ia tidak tahu apa yang akan ia katakan saat bertemu Shilla nanti. Belum lagi, sekarang ini ia tengah berada di rumah Rio, ia ikut membantu Rio menyambut kedatangan ibunya.
                “Ify, ada apa?” tanya Sivia yang juga berada disana. Ify menggeleng lemah.
                “Lo yakin?” tanya Sivia, kini gadis itu tampak khawatir. Ify mengangguk.
                “Yaudah yuk, balik. Si kembar nyariin tuh,” ajak Sivia sambil menggandeng Ify kembali ke taman belakang rumah Rio.
                Ify duduk di kursinya dengan perasaan tak nyaman. Rio yang sedari tadi memandang gadis itu ikut bingung.
                “Kamu kenapa?” tanya Rio khawatir. Ify menggeleng.
                “Aku harus pulang sekarang yo,” ujar Ify akhirnya. Rio mengangkat sebelah alisnya.
                “Kok buru-buru. Mama aku juga belum sampai, tunggu sebentar lagi ya. Aku mau ngenalin kamu ke dia,” pinta Rio namun Ify menggeleng.
                “Aku harus pulang. Ada sesuatu yang penting.” Balas Ify pelan.
                ‘dan ini ada hubungannya sama Shilla.’ Batin Ify. Rio akhirnya mengalah, ia memperbolehkan Ify pulang. Setelahnya, Ify segera menuju rumah Alvin. Ya, Tuhan. Apa yang harus ia perbuat sekarang setelah Shilla tahu kenyataannya. Tuhan, tolong Ify.
[]
                Shilla menatap langit oranye di atasnya. Sebentar lagi gelap, namun ia belum juga beranjak dari tempatnya sekarang. Shilla mencengkeram bajunya erat-erat menahan air matanya agar tidak meluncur.
                Shilla tidak tahu kenapa ia merasa sesakit ini. Shilla tidak tahu kenapa ia merasa dikhianati. Perlahan, pertahanan Shilla goyah juga, air matanya mengalir tanpa bisa dibendung. Shilla menangis sejadi-jadinya. Sekeras apapun ia mencoba, ia tak bisa menyembunyikan kekecewaannya, amarahnya, dan semua perasaan campur aduknya.
                “Ify, Alvin.” Panggil Shilla di sela tangisnya.
                Jujur, Shilla kecewa dengan keduanya. Tapi Shilla juga tidak bisa menyalahkan mereka. Niat mereka baik untuk menjodohkan Shilla dan Rio. Tapi Shilla juga sadar, ia terlalu polos dan terlalu bodoh dalam menanggapi kehadiran Rio. Bukannya ia sudah tahu kalau Ify naksir Rio sejak lama, bodohnya sekarang Shilla juga mulai menyukai pemuda itu. Hal yang membuat masalah ini semakin rumit saja.
                Shilla terisak lagi. Apa persahabatannya dengan Ify tidak bisa terselamatkan lagi? Apa persahabatan yang ia bangun sekian lama akan rusak dan putus begitu saja? Apa Shilla sanggup kalau semua itu terjadi? Apa Shilla bisa?

*
Nah, kan absurd.
Udah dulu ya, Bye Bye :) @citr_ 

0 komentar:

Posting Komentar

Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3

 

Cerita Fufu Fafa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang