Minggu, 27 Januari 2013

Tied The Love

Inspirasi itu bisa datang darimana saja, salah satunya saat saya kehilangan atribut seragam saya, dasi.

*

Jam sudah menunjukkan pukul 6 lebih 5 menit tapi  ify masih gedubrakan di kamarnya. Melongok ke bawah tempat tidurnya sampai menjangkau lemari yang tingginya selisih beberapa centi meter darinya. Tapi yang ia cari tak juga berhasil ia temukan.
“mama udah cari di mesin cuci sama ditumpukan baju nggak ada fy. di meja depan sama di ruang keluarga juga nggak ada. Mungkin beneran ilang,” ujar mama sambil merapikan beberapa helai baju yang dilempar ify sembarang. Ify menghela napas panjang. Mungkin benar kata orang kalo mama udah nggak bisa nemuin barang kamu yang hilang, pasti itu barang hilang selamanya.

“Yaudah, ify berangkat ma,” pamit ify pasrah. Setelah mencium tangan ibunya, gadis itu melangkah lesu keluar rumah. Kepala ify terasa berat, pusing memikirkan dasinya yang hilang. Pusing karena dasi sialannya itu hilang di hari senin, hari upacara! Hari dimana para siswa –mau tak mau- berseragam lengkap di hari itu. Memang sih berseragam lengkap merupakan kewajiban setiap siswa setiap hari, tapi berbeda dengan hari senin. Menurut pengamatan ify di hari senin sering diadakan sidak seragam dan bagi siswa yang kurang lengkap atribut serta seragamnya di hukum deh.
Ify tidak ingin hal itu terjadi padanya. Ify tidak bisa membayangkan jika ternyata hukuman dari tidak menggunakan dasi adalah dikeluarkan sekolah, betapa memalukan serta menggelikan jika lulus dari sekolah dengan tidak terhormat karena masalah dasi. Ditengah segala kegelisahan yang dihadapinya, tiba-tiba tangan seseorang menyodorkan sebuah dasi pada ify. Ify terperangah, kemudian refleks melihat ke sebelahnya. Rio, sosok itu lah si empunya tangan –dan tentunya dasi yang ada di hadapan ify.
“eh apaan nih,” celetuk ify. Rio tersenyum ramah.
“ini dasi lah apalagi. Buruan gih lo pake, gue tau lo lagi bingung kan gara-gara dasi lo ilang,” jawab Rio santai. Ify meraih dasi Rio dengan bingung.
“tapi …,” ujar ify.
“udah, pake aja fy nggak apa-apa. Lo kan cewek, gue cowok. Nggak elok kalo cewek di hukum gara-gara seragamnya nggak pas, aneh gue ngeliatnya. Kan kalo cowok sih udah biasa gitu diliatnya,” celoteh Rio meyakinkan ify.
“eh, enggak. Lo harus pake ini dasi, ini kan dasi lo bukan dasi gue. Lagian nih yo, gue bakal ngerasa bersalah banget kalo lo sampe di keluarin dari sekolah Cuma gara-gara dasi!” kilah ify mengembalikan dasi yang digenggamnya pada Rio. Rio tertegun menatap ify.
“yaudah, gue nggak pake dasi sama kayak lo aja fy. jadi kita dikeluarin dari sekolah bareng-bareng, hehe,” gumam Rio sambil memasukan dasinya ke dalam tas. Ify mengedikkan bahu, bingung dengan apa yang barusan dilakukan Rio.
*
Gerbang sekolah sudah dekat. Tapi sekolah masih terlihat sepi. 06.20, waktu yang ditunjukkan jam tangan ify.kondisi gerbang aman, masih terlalu pagi bagi pak satpam dan pak anton, guru killer yang biasa merazia seragam. Ify masih terlihat gelisah saat masuk area sekolah, gadis berdagu tirus itu terus melihat sekelilingnya siapa tahu Pak Anton atau antek-anteknya tiba-tiba muncul.
“tuh kan, fy! muka lo panik, udah buruan lo pakai dasi gue,” perintah Rio sambil kembali menyodorkan dasinya kepada Ify. Ify bergeming, haruskah ia menerima dasi Rio? Kemudian ify menggeleng lemah, menolak perintah Rio tadi.
“aduh, fy. nggak apa-apa kali, lo pakai aja. Gue jamin gue masih akan lulus bareng lo nanti bukan lulus hari ini, percaya deh sama gue. Lo pakai gih dasinya,” perintah Rio lagi, kali ini dengan memakaikan dasi di kerah baju Ify. Ify melongo, tidak menyangka kalau Rio senekat itu.
“makasih,” lirih Ify nyaris seperti bisikan yang dibalas Rio dengan senyuman manisnya.
*
Jam upacara dilalui Ify dengan sukses, gadis itu tidak terjaring razia yang dilakukan pak Anton dan antek-anteknya yang memelototi setiap siswa di seluruh pleton upacara. Seusai upacara, ify segera berlari menuju kelas Rio.
“Rio ada?” Tanya Ify panik pada teman sekelas Rio.
“nggak tuh, dari upacara tadi Rio nggak kelihatan tuh,” jawab seorang teman Rio. Ify semakin panik, ‘jangan-jangan Rio kena razia,’ batinnya.
“Rio ada tuh di UKS,” celetuk Alvin, sobat kental Rio yang baru saja memasuki kelasnya. Ify segera bergegas berlari menuju UKS, menemui Rio.
Ify melenggang ke UKS putra, di sana didapatinya Rio sedang tiduran.
“Rio, lo nggak apa-apa kan?” Tanya Ify panik sambil menarik sebuah kursi dan duduk di samping tempat tidur UKS. Rio menoleh, kaget tiba-tiba Ify nyelonong ke UKS putra, tampangnya panik lagi.
“kalem aja , fy. Panik amat sih lo,” jawab Rio santai. Ify mengulum bibir.
“gimana gue bisa kalem kalau lo tiba-tiba ada di UKS kayak gini, padahal tadi berangkat lo sehat-sehat aja, lo sakit yo?” jujur saja, Ify khawatir sekali dengan rio.
“khawatir banget sih, gue nggak apa-apa neng,” jawab rio santai tapi meyakinkan Ify bahwa dia sehat-sehat aja. Ify menghela nafasnya lega, rasa cemasnya sedikit berkurang mendengar perkataan Rio barusan.
“Oiya, lo tadi kena razia nggak?” Tanya Ify.
“Iya,” jawab rio singkat. Ify lantas merasa bersalah, rio pasti di hukum gara-gara dia.
“Tuh kan, maafin gue ya yo gara-gara gue lo jadi di hukum,” ujar Ify sambil menggigit bibir bawahnya, kebiasaannya bila sedang cemas.
                “Lo tadi di jemur ya? Gue tahu lo alergi panas, lo pasti hampir pingsan kan makanya lo dibawa kesini,” terka Ify kemudian.
Rio tertegun, darimana gadis manis di depannya itu tahu tentang alerginya? Bukannya dia tidak pernah bilang hal itu pada Ify.
“kok lo tau kalau gue alergi panas, wah secret admirer gue ya?” Tanya Rio narsis. Pipi Ify merah seketika, malu.
“gu, gue kan sahabat lo yo, jadi gue tahu,” jawab Ify bergetar sambil berusaha mengelak perkataan Rio.
“yah, gue Cuma sahabat masa, hahaha,” celetuk Rio membuat pipi ify makin merah.
“apasih lo. Eh, gue udah beli dasi nih, sekarang lo pakai lagi nih dasi lo,” perintah Ify sambil menyodorkan dasi rio yang tadi dipakainya.
“males ah,” ceplos rio cuek. Ify mendengus pelan.  Gadis itu kemudian mendekati Rio dan mengalungkan dasi abu-abu itu di leher Rio, memakaikannya pada Rio persis seperti apa yang Rio lakukan padanya pagi tadi. Rio tertegun, Ify berada di jarak yang sedekat ini dengannya. Entah bisikan dari mana, pemuda hitam manis itu merengkuh tubuh Ify, menarik Ify dalam pelukannya. Ify tergugu, Rio memeluknya erat. Jantung Ify bekerja ekstra keras memompa darahnya yang mendesir cepat, begitu pula Rio. Irama detak jantungnya tak beraturan saat ini.
“Rio,” panggil Ify pelan.
“Lepas,” pinta gadis itu kemudian. Perlahan Rio melepas pelukannya. Kemudian memandang Ify salah tingkah.
“Maaf,” desisnya pelan. Ify mengangguk canggung. ‘Terimakasih,’ batinnya meracau. Hening kemudian, baik Ify maupun Rio tidak ada yang bersuara. Hanya suara jarum jam yang terdengar. Ify sibuk memandangi ujung sepatu vantovelnya, sementara Rio sedang mencermati wajah tirus di depannya. Wajah tirus yang sedang salah tingkah karena pelukan isengnya. ‘Ify,Ify,Ify’ rapalnya dalam hati. Merasa di perhatikan, gadis itu mendongak. Sial, manik matanya tersambar kedua mata elang Rio. Ify menangkap gelombang yang entah apa berlarian di mata Rio, menyiratkan isi hati Rio namun Ify tak tahu apa.
2 pasang mata itu masih saling beradu, Ify mencoba mengalihkan pandangannya namun tidak bisa entah mengapa Kedua mata elang itu seperti menahan bola matanya agar tetap memandang sosok di depannya.
“Ify,” ucap Rio. Ify diam. Gadis itu lalu mengerjap, menghentikan kontak matanya dengan Rio takut kalau dia terkena serangan Jantung karena Jantungnya bekerja ekstra saat ini.
“Gue balik ke kelas dulu,” pamit Ify tiba-tiba. Rio menghela napasnya dan mengangguk berat. Ify beranjak, namun belum sampai selangkah tangan kokoh Rio mencekal tangannya.
“Jangan pergi,” pinta Rio. Ify mencoba meronta dan berhasil pegangan Rio mengendur. Gadis itu pun segera melangkahkan kakinya keluar UKS. Namun, brukk…
Tubuh kokoh Rio menubruknya dari belakang. Darah Ify mendesir cepat, kepingan darah merahnya pun memenuhi pipinya membuatnya merah padam.
“Terima kasih, Ify,” ucap rio membuat Ify tidak mengerti.
“Buat apa?” Tanya Ify polos.
“Buat dasinya,” Jawab Rio, Ify semakin bingung. Bukannya harusnya Ify yang berterimakasih, bukan rio.
“Ma..maksudnya?” Ify tergagap.
“Aku mau suatu hari nanti setiap hari kamu memakaikan aku dasi, aku mau suatu hari nanti kamu yang selalu ada di setiap hariku. Aku mau kamu jadi pacarku, apa kamu mau?” bisik Rio tepat di telinga kanan Ify. Gadis itu bergeming, tidak percaya apa yang barusan di dengarnya. Rio, sosok sahabat yang nyata di mata Ify. Sahabat yang selalu ada kala ia membutuhkannya. Sahabat yang selalu berbagi suka dengannya. Sahabat yang selalu menariknya dari lukanya. Sahabat yang selalu rela berkorban untuknya. Sahabat yang… ia sayangi lebih dari sahabat.
“I...Iya,” jawab Ify tergagap, kebiasaannya bila gadis itu salah tingkah.
“Terima kasih, Ify. Aku sayang kamu,” ucap Rio membuat hati Ify membuncah. Kemudian Rio melepas pelukannya. Dan perlahan mengacak rambut Ify sayang.
“ih, berantakan nih jadinya,” dengus Ify kesal pada Rio. Rio hanya menjulurkan lidahnya.
“biarin, udah yuk balik,” ajak Rio seenaknya sambil menarik tangan Ify.
“lho? Bukannya masih sakit?” Tanya Ify polos. Rio tertawa renyah kemudian.
“Habis kamu peluk jadi sembuh,” jawab rio polos membuat Ify malu. Gadis itupun berlari mendahului Rio.
“Eh, jangan tinggalin aku dong fy, aku kan sayang kamu,” teriak Rio keras sambil berlari menyusul Ify.
“Ih, masa aku terus yang nunggu kamu? Kejar aku dong kalau sayang, hehe,” balas Ify sambil terkekeh pelan. Rio tersenyum mendengar pernyataan gadisnya, sambil terus berlari mengejar pemilik hatinya.
*
Baik Ify dan Rio sama-sama memandang dasi di seragam mereka. Sepertinya mereka berdua menyadari sesuatu karena dasilah kejujuran perasaan mereka terungkap, dan entah telepati atau apa semenjak hari itu keduanya selalu mengenakan dasi di seragam mereka yang membuat bukan hanya mereka tersenyum tetapi juga Pak Anton dan antek-anteknya, hehehe. :)

0 komentar:

Posting Komentar

Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3

 

Cerita Fufu Fafa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang