Senin, 10 Agustus 2015

Ajari Aku [5]

halooo
Assalamualaikum bloggie.
#yha
Selamat lebaran ya #solate.
Project ini terhenti lama sekali ya, mian. Semester 2 kemarin benar-benar hectic #halah jadi ngga bisa menyentuh cerita ini. Sebenarnya mau post ini sekitar liburan puasa kemarin tapi apadaya saya terseret ombak 'hallyu'(?) k-drama, jadi saya milih maraton drama tiap buka laptop daripada buka words.
Well, saya ngomong banyak-banyak gini kek ada yang baca aja, kekeke
Nih cerbung dari awal kalau mau baca hihi.
Here is the 5 :



Part 5: Let Me Try
Jadi sepanjang pagi menjelang siang hari Minggu lalu Rio habiskan dengan duduk diam sembari berbicara sepatah-dua patah kata dengan Ify. Rio tidak tahu kenapa tiba-tiba ia percaya pada gadis yang kerap kali mengganggunya itu. Ify tidak banyak bicara seperti biasanya, ia menunggu Rio yang bicara. Ify tak menanggapi, Rio tahu Ify memang sengaja, Rio sadar satu hal, Ify tahu kalau Rio hanya butuh didengar Minggu itu.
**
                “Jadi gue nggak ngerti kenapa gue bisa jadi begini, Fy. Kalo lo tanya kenapa gue nggak tahu.”
                “Ini semua terlalu tiba-tiba dan gue Cuma tahu gue ya Rio. Rio yang sekarang, bukan Rio yang kemarin,”
                “Gue Rio yang nggak peduli besok jadi apa. Yang gue peduliin Bastian sama Debo bisa makan. Gue bukan Rio yang ngimpiin bahwa besok dia adalah insinyur, teknisi andal. Bukan, gue bukan Rio yang itu. Gue sekarang bukan Rio yang berguna. Gue Cuma Rio yang udah jadi sampah,”
                Ify tertegun mendengar pengakuan Rio tanpa bisa berkata apa-apa. Dengan ragu, ia menyentuh pundak Rio begitu Rio menoleh, gadis itu menarik tangannya lagi salah tingkah. Ify bisa mendengar helaan napas Rio yang terdengar begitu putus asa. Rio lalu diam, sibuk dengan pikirannya lagi dan memutuskan untuk tidak membuka mulutnya lagi.
                “Sampah itu bisa di daur ulang kan, Mas?” celetuk Ify pelan. Rio melirik gadis itu dari ekor matanya.
                “Sampah itu bisa juga membusuk, karena dibiarin gitu aja. Bisa berubah jadi bentuk lain juga, hmm? Abu? Menyatu sama tanah? Apa jadi bentuk lain yang berguna. Semua tergantung gimana orang lain mau ngelakuin sesuatu buat sampah itu. Membiarkan atau mendaur ulang,” Ify menatap rio lekat, pemuda itu balas menatapnya. Ify kemudian meraih tangan Rio.
                “Semua itu... Mas Rio yang memilih.” Ujar Ify lembut.
*
                Ray memulai Senin paginya seperti biasa, setelah pagi bangun dan melaksanakan kewajibannya, pemuda itu menyempatkan diri berolahraga. Ray tertegun saat melihat sosok yang tak asing lagi di matanya.
                “IFY,” panggilnya. Yang punya nama menoleh sambil tersenyum lebar.
                “Tumbenan olahraga,” celetuk Ray setelah bisa menyamai posisi Ify.
                “Iya nih, biar ngga gendutan.”
                “Dasar cewek, haha.” Balas Ray gemas sambil mengusap pelan rambut Ify. Ray tersenyum tipis, ya akhirnya keadaan hubungannya dan Ify bisa lepas seperti dulu tidak canggung seperti beberapa hari kemarin.
                “Ray, apa lo pernah mendem sesuatu yang akhirnya bikin kamu kecewa?” tanya Ify serius, saat mereka berdua memutuskan istirahat di depan rumah Ify.
                “Perasaan gue ke elo kali, Fy.” Jawab Ray sambil terkekeh. Ify cemberut lalu memukul Ray pelan.
                “Ck, serius ih.”
                “Apa ya, Fy? Dulu waktu gue kecil, ya SD lah gue pengen banget beli hot wheels, jadi gue nabung-nabung sampe dapet banyak, bokap-nyokap enggak tau, Fy. Begitu gue pengen beli, hot wheelsnya udah ngga ada, kebeli sama orang lain. Gue inget banget, Fy gue nangis di rumah ngga berhenti-berhenti, nyokap sampai bingung. Gue juga nggak ngerti, tapi yang gue rasain sakitt banget, Fy usaha gue kayak sia-sia gitu.” Ujar Ray panjang lebar.
                “Terus akhirnya?” tanya Ify.
                “Nyokap gue tahu akhirnya gue nangis gara-gara mainan, diajaklah gue ke toko mainan tadi dan dia milihin gue hot wheels yang lain, dan akhirnya gue beli.”jawab Ray sambil mengenang.
                “Intinya?” tanya Ify lagi, kali ini gadis itu nampak bingung.
                “Ya intinya, kalau mainan yang lo pengen udah dibeli orang lain, ada mainan lain yang bisa lo beli, yang lo nggak nyadar lebih bagus dari yang lo pengenin, Fy. Dan usaha lo buat dapetin mainan yang sebelumnya tuh nggak sia-sia. Hmm.. mimpi-mimpi lo yang dulu yang mungkin udah buat lo kecewa bisa lo ganti dengan mimpi-mimpi lo yang baru, dan lo tahu? Usaha lo buat mimpi-mimpi lama lo itu juga bisa ngebantu lo buat ngeraih mimpi lo yang baru. Intinya sih, nggak pernah ada yang sia-sia dari semua usaha kita, Ify.” Jelas Ray sambil tersenyum menatap Ify. Ify balas tersenyum.
                “Ah, gue ngerti sekarang. Lo emang sahabat gue yang paling pinter, paling bijaksana sedunia,” Ray hanya mengusap rambut Ify lembut.
                “Gue pulang dulu ya, Fy. Jangan telat nanti,” pamit Ray. Ify mengangguk. Raypun bangkit berdiri dan berjalan menuju rumahnya.
                “Ray,,” panggil Ify. Ray menoleh.
                “Gue... nggak bakal bikin usaha lo sia-sia, gue nggak bakal bikin lo kecewa.” Teriak Ify dengan wajah ceria yang menjadi kesukaan Ray. Ray mengacungkan ibu jarinya lalu mengangguk. Sepanjang jalan pulang, Ray tidak bisa untuk tidak tersenyum.

*
                Acha sudah duduk dibangkunya sambil asyik mengobrol dengan Aya saat Ify datang.
                “Asyik banget kayaknya. Ngobrolin apa sih?” Ify langsung nimbrung begitu meletakkan tasnya.
                “Kepo deh Ify. Itu lho, lo tau kan...”
                “Pagi-pagi udah gosip aja. Belajar sana.” Ray menyela pembicaraan cewek-cewek tadi. Acha mengerucutkan bibirnya lalu menimpuk pelan Ray.
                “Ray,” panggil Ify sambil terkekeh. Acha langsung memandang Ify penuh selidik.
                “Kalian.” Acha tersenyum jail sambil menunjuk Ify dan Ray bergantian. Ify mencubit telunjuk Acha.
                “Aww, Ify jahat.”
                --
                Ify tidak bisa fokus pada materi Matematika yang diberikan bu Ratna karena Acha terus saja mengoceh tentang Ray. Ify meletakkan pulpennya, lalu memandang Acha gemas.
                “Acha, Raissa yang secantik Raisa tapi boong, dengerin Ify ya. Kok Acha bawel sih, kemarin Ify awkward sama Ray marah, sekarang Ify baik-baik aja Acha juga bawel. Acha suka ya sama Ray?”
                Acha langsung diam seketika dan menatap Ify bingung. Ify menaikkan satu alisnya.
                “Bener ya?” tanya Ify serius.
                “Raissa Arif, kerjakan nomer 3 di depan,”suara Bu Ratna memutus percakapan Ify dan Acha. Dengan pasrah, Acha membawa bukunya ke depan dan mulai mengerjakan soalnya. Otak Acha berpikir begitu keras untuk menyelesaikan soal itu. Acha hampir putus asa sampai seseorang disampingnya menyuruhnya mundur.
                “Sini, biar gue yang kerjain Cha.” Itu Suara Ray yang dengan begitu santai sudah di sebelah Acha. Acha menunduk dan segera menuju bangkunya. Ya, sudah jadi aturan bu Ratna, siapa yang merasa mampu mengerjakan soal boleh ke depan walaupun ada yang sudah ditunjuk bu Ratna, siapa yang bisa mengerjakan boleh ke depan.
                “Wah, Ray bener-bener penyelamat ya Cha. Gue baru nyadar, Ray itu ternyata keren banget,” ujar Ify begitu Acha sudah duduk. Acha tak menggubris Ify, ia kini sibuk memandangi punggung Ray. Ify yang melihatnya hanya tersenyum tipis.

*
               
                Rio memandang ragu pagar rumah didepannya. Bel yang ada di sebelah kanan gerbang seakan terus memanggilnya, minta ditekan. Setelah menghela napas untuk yang ketiga kalinya, Riopun menekan bel tersebut.
                Ting..Tong
                Tak berselang lama, seorang wanita paruh baya dengan daster bunga tergopoh-gopoh keluar dari pintu depan. Rio tahu benar itu siapa, masih bekerja disini rupanya.
                “Eh, Mas Rio. Udah lama nggak main,” sapa ibu itu hangat. Rio tersenyum hangat, Ibu Marni masih ingat dia rupanya.
                “Nyari Non Shilla ya?” tanya Bu Marni jahil. Rio mengangguk.
                “Mari masuk, Non Shilla ada di dalam, nanti saya panggilkan.” Bu Marni menggiring Rio masuk seperti menggiring domba masuk kandang, masih semangat seperti dulu saat Rio main ke rumah Shilla.
                Rio duduk di teras depan Shilla dengan ditemani teh manis bu Marni yang dengan ajaib sudah tersedia lima menit setelah bu Marni menyuruh Rio duduk dan masuk ke dalam. Rio memandang halaman depan Shilla, tidak banyak yang berubah , masih asri dan nyaman.
                “Hai, Yo.” Sapa Shilla lembut membuat Rio menoleh ke arah gadis itu. Rio diam menatap Shilla tak terbaca. Shilla tersenyum manis.
                “Kamu... apa kabar?” tanyanya lembut. Rio masih tak menjawabnya, pemuda itu sibuk memindai profil wajah Shilla.
--
                Karena Rio terus-terusan diam saat ditanya ini-itu di teras rumahnya, Shilla akhirnya menyeret Rio ke sebuah kafe dekat rumahnya. Di pojokan, tempat favorit Rio, Shilla masih ingat dulu Rio selalu menyeret siapapun ke pojok untuk sekedar curhat atau membahas sesuatu yang penting.
                ‘Kalau ada satu tempat penuh rahasia, penuh apapun itu, tempatnya di pojokan shill.’ Ujar Rio kala itu.
                “Kamu... Apa kabar?” tanya Shilla membuat Rio mengalihkan pandangannya dari hot kokoa yang dipesankan Shilla.
                “Masih diem aja. Okedeh, kalo aku baik-baik aja, Yo. Aku kuliah Psikologi sekarang, persis kayak yang aku bilang ke kamu dulu.” Ujar Shilla riang. Rio menatap Shilla dengan senyum tipis.
                “Oh, ya. Sorry to say, ya karena kamu hilang gitu aja. Aku sekarang udah punya pacar, aku bilang gini kali-kali aja kamu nanyain kepastian hubungan kita, haha.” Shilla mengangkat tangannya membentuk ‘peace’. Rio kali ini terkekeh.
*
                Ify melambaikan tangannya pada Irva yang sudah masuk ke mobilnya setelah tadi ekstra mading memutuskan makan siang di dekat sekolah. Ifypun berjalan pulang. Gadis itu tersenyum ringan sambil sesekali bersenandung kecil. Langkah Ify terhenti saat sepatunya menubruk kaki seseorang. Ify memandang kaki itu lama, lalu menengadah kepalanya. Mata Ify refleks membulat sempurna.
                “Mas Rio.” Gumamnya pelan. Rio tersenyum miring, Ify ternganga, ini pertama kalinya Ify melihat cowok itu tersenyum miring. Rio terlihat berkuasa dengan senyumannya itu.
                “Ck.” Rio berdecak pelan. Lalu pemuda itu menarik tangan Ify, mengajak gadis itu ke suatu tempat. Ify hanya bisa bengong menatap tangannya yang digenggam Rio. Otaknya memberi respon lambat pada aksi Rio kali ini, membuat gadis itu tidak cerewet seperti biasanya. Mereka pun akhirnya berhenti di sebuah taman.
                “Lo inget yang lo bilang waktu minggu itu?” tanya Rio, dari nadanya pemuda itu terlihat tidak sabar. Ify menatap Rio lekat lalu mengangguk.
                “Gue sampah itu,” Ify mengangguk lagi.
                “Gue nggak mau jadi sampah lagi. Gue mau jadi sesuatu yang berguna, gue nggak mau jadi sampah!” ucap Rio yakin dan tegas. Mata Ify seketika berbinar mendengarnya, gadis itupun tersenyum.
                “Lalu?” tanya Ify riang.
                “Lo mau bantu gue untuk mendaur ulang sampah ini?” Rio memandang Ify penuh harap. Ify mengangguk senang, lalu dengan semangat ia meraih tangan Rio.
                “Ayo kita berusaha sama-sama!” ujar Ify semangat.


***

Jaja, Itu saja buat hari ini.
Short? ya memang :3
For critics and comment, bisa di tab komentar or touch me on @citr_(twitter) @cipat (ask.fm) or Citra Patrianegari on facebook 
Haha luvss <3

1 komentar:

Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3

 

Cerita Fufu Fafa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang