Jumat, 27 Desember 2013

A Door To Open [2]

Ini kelanjutan dari yang pertama....
Ah, selamat membaca ^^

*


            Ify termenung di dalam kamarnya. Cokelat dari Rio kemarin, kata-katanya kemarin masih berlarian di pikirannya. Ditambah Via yang makin hari makin kompor, yang malah membuatnya risih. Sebelum Ify, tenggelam lebih jauh dalam renungannya, handphone nya berdering.
            “Hallo, Assalamu’alaikum,” jawabnya bete mendapati nomor Via yang muncul di layar.
            “Waalaikumsalam. He, cewek ogeb, jangan bilang lo masih meratapi anniv lo yang gagal itu ya,” cerocos Via. Ify mengangguk saja, ya meskipun Via tidak bisa melihatnya.
            “Fy, lo tuh udah bebel di pelajaran. Nggak usah tambah bebel di hati,” omel Via. Ify mencibir. Dia memang tidak pintar dalam pelajaran, tapi masa iya dia juga tidak pintar dalam masalah hati?
            “Apasih vi,” balas Ify sebal. Derai tawa Via terdengar dari seberang sana.
            “Good. Lo masih idup, gue kira tadi lo Cuma ngangkat telpon terus abis itu lo ngeloyor,” ujar Via puas.
            “Mau apa sih lo? Gue nggak punya video baru nih.” Ify mulai sebal, ia tahu Via mengerjainya.
            “Gini ya. Gue Cuma mau bilang. Kesatria behelku sayang. Lo harus dong, sekali-kali pinter. Lo boleh gagal move on sama Pangeran lo itu tapi inget jangan jadi bego. Lo tuh udah bebel di pelajaran dan lo sadar gak sih lo tuh udah remed mulu. Ya, gue sih Cuma mau bilang kalo lo mau nggak bebel lagi, lo boleh kok dateng ke gue belajar bareng…” belum selesai Via bicara, Ify menutup telponnya. Via benar-benar mengerjainya.

*
            “Gimana?” tanya Rio waswas.
            “Ditutup bro,” jawab Via lesu. Rio mendesah, ia tahu cara ini tidak akan mempan. Mengatai Ify bodoh hanya semakin membuat gadis itu merasa bukan apa-apa.  
            “Yaudah lah. Biar aja dia nikmatin failed annivnya,” ujar Rio pasrah. Via pun hanya mengangguk. Pasrah saja dengan pilihan Fyel eh maksudnya Ify.
*
            Esoknya, Ify terduduk lesu di kelas. Tidak ada niat sama sekali untuk beranjak dari kursinya.
            “Nih, lo pasti laper kan,” Rio menyodorkan air mineral serta snack ke hadapan Ify.
            “Nggak laper,” jawab Ify jutek. Rio mengedikkan bahu dan kemudian dengan santainya duduk di samping Ify, ngemil. Ify menenggelamkan kepala di antara lengannya hendak tidur.
Rio memperhatikannya dalam, tanpa gadis itu sadar. Rio tahu, selain menyembunyikan kepalanya, gadis di sampingnya itu menyembunyikan perasaannya rapat-rapat.
            “Fy, lo tahu nggak?” Rio mencolek punggung Ify, mencoba menarik perhatian gadis itu. Ify diam saja.
            “Yaudah, deh fy,” ujar Rio kemudian, sepertinya pemuda itu mengurungkan niatnya. Karena setelah itu, dia langsung meninggalkan Ify sendiri. Ify mendongak, menatap punggung Rio yang semakin menjauh. Jujur saja,pemuda itu membuatnya bingung.
            Seharian setelah pelajaran sekolah membuatnya penat. Ify menyisihkan waktunya untuk mengunjungi tempat ini. Tempat favoritnya. Tempat kenangannya yang masih ia sering kunjungi. Ify menyandarkan dirinya di sebuah pohon besar yang rindang. Rasanya masih sama, nyaman. Walaupun tanpa Gabriel. Hhhh, Gabriel lagi. Sepertinya Ify benar-benar telah menghilangkan kunci Gabriel. Ify mendesah kentara, setiap bagian di tempat ini terasa penuh sesak oleh Gabriel.
            “Kamu Ify?” tanya seorang gadis manis berwajah bulat pada Ify.       Refleks, Ify mengangguk.
            “Iya, Ify. Kamu siapa?” tanyanya kembali pada gadis itu.
            “Aku Ashilla,”
            JDERRR….
            Petir seolah menyambar tepat di ulu hati Ify. Ashilla? Pacar Gabriel yang sekarang, cih! Ngapain perebut ini disini. Sok-sokan nyapa Ify lagi. Mau pamer ya? Ih, batin Ify kesal.
            “Kamu ngapain disini, fy?” tanya Ashilla sopan. Ify memutar bola matanya sambil membatin ‘menurut Lo?’
            “Duduk-duduk aja,” jawab Ify singkat. Ashilla hanya mengangguk.
            “Aku lagi nunggu Gabriel,” ucap Ashilla polos. Ify mendengus. ‘gue juga nunggu Gabriel,’ teriaknya keras dalam hati.
            “Gabriel sering cerita tentang kamu,” Ashilla menoleh pada Ify. Ify hanya memandang gadis itu bingung.
            “Oh ya?” responnya sedatar mungkin. Ashilla mengangguk.
            “Gabriel suka banget sama kamu,” ujar Ashilla kali ini terdengar agak sedih. Eh? Ify tidak salah dengar, Gabriel suka padanya?
            “Eungg,” Ify tampak kebingungan, gadis di hadapannya itu tak seceria tadi.
            “Aku udah  bukan siapa-siapanya Gabriel lagi, Shilla,” Ify menepuk pundak Ashilla pelan.
            “It’s been a year. Aku tahu kok, Gabriel udah move on dari aku. Percaya deh sama aku,” jelas Ify lagi. Ashilla menatap Ify hampir menangis.
            “Tapi Gabriel seneng banget kalau ngomongin kamu, fy,” Ashilla meminta penjelasan Ify. Ify terkekeh.
            “Ify pulang yuk,” suara Via mengalihkan perhatian dua gadis tadi. Ify mengkode Via untuk menunggunya sebentar.
            “Dengerin aku ya, Shill. Kamu tahu nggak, kadang-kadang kita tuh ngerasa lucu kalo nyeritain masa lalu kita. Iya nggak sih?” ujar Ify mencoba menjelaskan. Ashilla mengangguk.
            “Kamu? Sudah tidak punya perasaan dengan Gabriel?” tanya Ashilla menyelidik. Ify tersenyum tipis, gadis di depannya ini jelas sedang cemburu. Ify tahu persis rasanya, sama seperti yang ia rasakan pada Gabriel, dulu.
            “Iya. Gabriel dan aku hanya teman, tidak lebih Shill. Kamu tahu nggak, mata Gabriel pasti beda. Sinarnya lebih terang kalau nyebut nama Ashilla, daripada nyebut Ify. Kamu percaya kan kalau dia sayang sama kamu selama ini. Bahkan, waktu sama aku, aku yakin Gabriel menyayangi kamu shill,” jelas Ify dengan perasaan ngilu yang ia coba tahan sebisanya. Ashilla terdiam, menatap gadis tirus yang sedang berusaha menahan perasaan di depannya. Tiba-tiba, ia merasa bersalah. Dengan cepat, Ashilla menarik Ify dalam pelukannya.
            Saat itu pula, tangis Ify pecah. Entah untuk apa, entah untuk siapa.
            “Terimakasih, Ify. Terima kasih sudah menjaga Gabriel buat aku. I’ll look after him well. Makasih Ify, Makasih,” ucap Shilla dengan mata berkaca-kaca. Ify hanya mengangguk dalam pelukan Shilla. Ashilla, the right person for Gabriel. Ya, Ify tahu kenapa. Gadis di hadapannya lovable sekali.
*
            “Gue nggak percaya lo ngomong yang sebenernya di depan Shilla,” ucap Rio kagum pada Ify yang berjalan gontai di sebelahnya.
            “Ya, daripada gue bohong,” jawabnya seadanya.
            “Eh, duduk yuk,” ajak Rio saat melihat bangku di koridor sekolah. Ify mengangguk dan langsung duduk begitu mencapai bangku.
            “Via bilang lo nangis sesenggukan. Itu bocah sampe bingung. Lo nangis kenapa?” tanya Rio. Ify menghela nafas. Ah, pasti Via dan Rio memberondonginya dengan sejuta pertanyaan. Dasar Kepo.
            “Nggak tahu. Keluar gitu aja, mengalir kalo kata lo,” jawab Ify dengan tawa berderai.
            “Lo beneran udah jadi ksatria behel, hehe,” Rio memberikan action figure dari plastisin kepada Ify. Ify menerimanya bingung tapi akhirnya berkata terimakasih.
            “Kenapa bisa?” tanya Ify. Rio tersenyum
            “Dari gue sama Via,” Rio memberi tahunya.
            “Lucu, makasih ya sohib-sohibku.” Ujar Ify senang. Ify dan Rio ngobrol lama, dan sepanjang obrolan Ify tak hentinya tertawa karena candaan Rio begitu juga sebaliknya. Ah, pintu itu terbuka perlahan-lahan, batin Ify.
***
            Ify membuka pintu dengan cepat saat suara ketukan itu perlahan memudar.
            “Rio, tunggu. Jangan pergi dulu,” pinta Ify tulus. Dan segera, sebelum Ify berubah pikiran Rio berbalik, merengkuh Ify. Ah, ya. Pintu itu akhirnya terbuka untuk Rio.

**
Tarrrra... Ending nih, So happy nggak tahu kenapa.
Makasih udah baca :)
@citr_

0 komentar:

Posting Komentar

Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3

 

Cerita Fufu Fafa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang