Kembali nih dengan cerita yang unyu-unyu (?) ini, haha.
Ada yang penasaran sama kelanjutannya gak? wk.
Oke, cukup basa-basinya.
Ini, part 10nya.
Monggo....
Happy reading, Fellas :)
Tanda * untuk flashback ya ^^
PART 10
Ketika semua orang benar-benar jatuh
cinta…
Shilla
melambaikan tangannya pada pemuda yang baru saja mengantarnya pulang. Dengan
senyum yang masih melekat di wajah bulatnya, gadis itu masuk ke rumah. Baru
kali ini ia merasa jantungnya melompat-lompat berada di sebelah cowok.
“Oh
My? I’m in love, aren’t I?” gumam Shilla pada dirinya sendiri. Gadis itu
menggeleng, tidak ia tidak jatuh cinta hanya sedang kasmaran, apa bedanya eh?
“Mah,
liat nih Mbash senyum-senyum sendiri,” adu Acha pada sang Ibu saat Shilla masuk
ke ruang makan dengan tampang sumringah. Mama tersenyum kecil.
“Biarlah,
Cha! Mungkin kakakmu lagi kayak cewek-cewek yang di FTV itu lho… jatuh cinta,”
jawab Mama sambil tersenyum jahil pada Shilla. Acha mencibir pelan sementara
Shilla tersipu mendengar perkataan Mama.
“Ganti
baju sana, Shill” perintah mama. Shilla pun segera menuju kamarnya masih dengan
senyum yang terbingkai manis di wajahnya. Acha memutar bola matanya malas
melihat kelakuan saudarinya itu.
[]
Potongan
sebelumnya, Shilla nampaknya bahagia entah karena apa. Di sisi yang lain, Ify,
gadis yang mengorbankan perasaannya untuk Shilla dan pemudanya merasakan hal
yang sama. Untuk pertama kalinya, ia bisa tersenyum lepas untuk apa yang Junio
sebut bahagia. Walaupun bahagia Rio karena Shilla.
Alvin
yang sore itu menghabiskan waktunya bersama Ify heran.
“obat
abis?” tanya Alvin sambil menyentuh dahi Ify dengan punggung tangannya. Ify
menggeleng tentu saja, enak saja habis obat.
“kangen
gue yang abis,” celetuk ify dengan wajah berseri. Alvin menautkan kedua
alisnya, ia bingung.
“gue
rasa, rio udah ngebayar semua rasa sakit gue selama ini.” Jelas Ify masih
dengan wajah berseri, membuat pesona gadis itu benar-benar terpancar. Alvin
menarik sudut bibirnya, Ah Junio bisa membuat Ify bahagia juga ternyata, batin
pemuda itu lega. Eh? Kalau Ify saja bisa bahagia karena Rio… berarti Tiara
Shilla juga bisa. Alvin menggeleng, tidak, tidak akan. Shilla hanya bahagia
dengannya, batinnya posesif. Eh? Belum pacaran saja sudah posesif, Okai Alvin
you better now working with no ego :P
“Alvin,
kenapa lo suka Shilla?” tanya Ify. Gadis itu berusaha mengalihkan emosi yang
terpancar dari wajah oriental Alvin.
“Eh?”
tanggap Alvin kikuk. Ify menatap Alvin dengan jurus andalannya, puppy eyes. Dengan begini, meskipun
rahasia Negara sekalipun Alvin akan menceritakan semuanya pada Ify.
“Gue
suka dia karena dia orang pertama yang memanusiakan gue, Fy.”
“Dia
masih nganggap gue berguna padahal di mata semua orang gue sampah,Fy.” Alvin
tersenyum tipis mengingat pertemuan pertamanya dengan Shilla saat masih
berseragam putih-biru.
Alvin
yang kala itu adalah paling bengal di sekolahnya tiba-tiba disapa gadis
berwajah polos yang dengan kepolosannya bertanya mengapa Alvin tak masuk kelas.
Alvin yang tidak pernah suka dengan pertanyaan itupun membentak Shilla –gadis
polos itu-. Shilla tidak balas membentak Alvin malah menemani Alvin bolos. Ia
bilang kelas memang kadang membosankan. Alvin tak mengacuhkan Shilla meski
gadis itu berceloteh ini itu kepadanya. Tapi, pada akhirnya ia berkata pada
Alvin, perkataan yang membuat Alvin merasa berarti, merasa kehadiran di dunia
tidak sia-sia.
“Gue
tahu lo badung, lo nakal, lo nggak suka aturan. Itu normal menurut gue dan
menurut lo juga gitu. Tapi sayang ya, normal itu relatif. Dan parahnya
relativitas masing-masing orang nggak bisa disamain ya, Vin. Relativitas itu
disatukan dalam yang namanya objektif. Dan semua orang bilang secara objektif
lo itu monster. Padahal lo bukan monster, lo Cuma siswa biasa. Orang-orang juga
nggak tahu kalau seseram apapun monster, ia masih punya perasaan. Dan perasaan
lo terluka kan, vin? Tanpa orang lain tahu, iya kan? Alvin, if you need a company, I will be
then.”
“Ify,
shilla datang nyelametin gue dari apa yang namanya kesepian. Dia membuat gue
ngerti kalau hidup gue percuma kalau penuh dendam. Shilla bilang wajah sangar
gue kalah jauh sama wajah kalem gue. Gue lebih baik membagi senyum dan sikap
baik gue daripada bogem nggak jelas. Dia bilang, cowok emang kerja pakai logika
dan nggak jarang main otot, tapi Shilla yakinin gue, a real men use their brain
more than use their muscle in solving problems. Shilla itu cahaya yang membawa
gue ke hidup gue sekarang ini, dia udah bener-bener ‘mendaur ulang’ gue yang
nakal jadi gue yang sekarang, Fy. Jadi, apa gue nggak boleh menyayangi dia
sebagai tanda terima kasih gue ke dia, Fy?” Alvin menjawab pertanyaan Ify
sambil menerawang. Ify yang disebelahnya melihat satu buliran bening meluncur
dari mata sipit Alvin. Ify membatin, memang Shilla lah orang yang membawa Alvin
dari seorang bad boy menjadi good boy. Gadis itu dengan sabar membuat Alvin di
terima lagi di lingkaran pertemanan semasa SMP. Gadis itulah yang menjadi
semangat Alvin. Bahkan, yang ify tahu dari Shilla, ia pernah menengahi masalah
Alvin dengan ayahnya yang sempat renggang. Shilla, pantas saja Alvin
menyayanginya, di balik ketengilan Shilla, ia punya kepedulian dan hati yang
besar.
“Alvin,
lo boleh menyayangi Shilla sampai kapanpun,” ujar Ify. Alvin menoleh, menautkan
alis lagi, maksudnya?
“Gue
salah, Alv. Gue salah,” ujar Ify dengan nada bergetar.
“Kalau
gue suka Rio, gue juga harus berjuang ngedapetin dia. Iya, gue akan bantuin dia
dengan Shilla tapi di sela-sela itu semua, gue mau nunjukin ke dia kalau gue
ada buat dia, Alv. Egois kah?” Ify kini terisak pelan. Alvin menepuk bahunya
pelan. Ia mengangguk pelan, Ify benar. Ify harus berjuang, ia pun juga. Setiap
orang jika menyayangi seseorang harus berjuang, berusaha bukan hanya
mengorbankan diri untuk terluka.
[]
Juniel
sedang sibuk di depan laptopnya, tadi Shilla menyuruhnya mengecek website klub
mading. Oiya, ngomong-ngomong dengan Shilla , apa hubungannya ia dengan Junio,
adik kembarnya.
“Yo?”
panggil Iyel pada Rio yang sibuk membaca buku tebalnya.
“Hmm,”
jawab Rio yang masih berfokus pada bukunya.
“Shilla
itu siapa?” tanya Juniel menatap Rio. Rio termenung, lalu menatap kakaknya. Rio
mengedikkan bahu. Ia tak tahu siapa Shilla baginya.
“Nggak
tahu apa nggak kenal apa… nggak sayang?” tanya Iyel sambil tersenyum jahil. Rio
menatapnya tak suka.
“Gue
Cuma bingung,” jawab Rio singkat. Lho, bingung? Memangnya apa yang terjadi?
Bukankah dulu Rio bersikeras bahwa ia suka bahkan sayang Shilla.
“I
thought you like her so bad,”
“I
guess so, emm sometimes ago I liked her badly.” Tanggap Rio cuek. Eh, Juniel
tidak salah dengar kan? Baru beberapa hari Junio suka Shilla sekarang ia tidak
suka.
“Lhoh,
padahal kemarin waktu buat mading Shilla senyum-senyum terus. Bukannya kalian
abis makan bareng?” tanya iyel. Rio mengangguk membenarkan.
“Oh,
jadi dia suka sama gue. Yah, guenya udah nggak suka lagi tuh.” Jawab Rio masih
dengan nada cuek dan dinginnya. Juniel menatap junio tak percaya. Satu hal yang
paling ia tak suka dari sifat rio,sifat yang entah turun darimana, Rio suka
seenaknya sendiri.
“Parah
lo. Ati-ati, life is unpredictable, lo mungkin dulu nanem biji apel tapi jangan
kaget kalau ntar berbuah mengkudu.” Ujar Juniel menasihati. Rio hanya
mengedikkan bahu lalu meninggalkan kamar. Juniel mendesah pelan, tiba-tiba ia
khawatir jika Rio benar-benar mendapat mengkudu, hmm…
Rio
duduk santai di ruang keluarga lalu menatap lurus ke depan. Foto besar anggota
keluarganya, ada Ayah dan Ibunya, serta di sisi kanan dan kiri mereka, Juniel
dan Junio kecil yang terlihat bahagia. Rio mencibir pelan, ia sudah lupa
bagaimana cara tersenyum seperti di foto tersebut. Ayah yang super sibuk, Ibu
yang entah ada dimana, beruntung Juniel masih sering memperhatikannya. Kondisi
bobrok keluarga Rio ini yang membuatnya jadi sedingin es. Rio tak lagi percaya
kasih sayang dan cerita dongeng.
Tapi
senyum Shilla yang kala itu sedang meliput ekstra basket membuatnya ingin
mengenal kasih lagi. Dinding es di hatinya mulai mencair, namun tetap saja ia
masih dingin. Dan kini, gadis lain dalam kisah ini yang tulus membantunya
mendekati Shilla membuat e situ makin melebur, dialah Ify. Gadis yang
menyayanginya dan rela mengorbankan perasaannya untuk Junio dan Shilla. Rio
berniat membayar semuanya, memutuskan menyayangi Alyssa dan meninggalkan Tiara.
Ia yakin tidak akan terjadi apa-apa toh Shilla tak membalas perasaannya setelah
usahanya selama ini. Ia akan menukar biji apelnya dengan biji stroberi bukan
biji mengkudu seperti kata Iyel.
To: Ify
Besok berangkat bareng, ya :)
Rio mengirim pesan singkat itu pada
Ify. Beberapa detik berlalu, balasan Ify muncul.
Ify
Besok berangkat bareng, ya :)
Iya, siap bos ;)
Rio tersenyum, Ify aku akan membalut
lukamu dengan rasaku, tenanglah…
[]
Rio
Besok berangkat bareng ya :)
Iya, siap bos ;)
Have nice evening, you :)
Haha, you too :P
“kenapa
lo, Fy? Senyum-senyum sendiri, smsan sama operator ya lo?” tanya Alvin.
“Enak
aja lo tuh yang kerjanya sms operator REG spasi JODOH,” ejek Ify sambil nyengir
lebar. Alvin memutar bola matanya malas. Ia memang masih di rumah Ify, menunggu
hujan reda.
“Nih,
Rio sweet kan,” pamer Ify seraya memperlihatkan ponselnya di depan wajah Alvin.
Alvin membaca pesan Rio kepada Ify. Tunggu, kenapa anak itu jadi manis sekali
pada Ify. Padahal, biasanya ia hanya mengirim satu sampai tiga huruf pada Ify.
Dan parahnya lagi, kini Rio yang sms duluan biasanya kan Ify. Apakah… Rio
sekarang menyukai Ify?
Pikiran
Alvin mengarah ke tokoh yang lain. Shilla, gadis yang sore tadi saat ia antar
pulang tak henti-hentinya menceritakan tentang Rio. Gadis itu mulai membuka
hatinya untuk Rio. Alvin mendesah pelan.
“Kenapa,
Vin?”tanya Ify menyadari perubahan ekspresi Alvin. Alvin menggeleng pelan.
“It’s
ok wae, Fy. Eh, hujannya udah reda, gue pulang ya, Fy. Pamitin gih ke Mama Gina
tersayang,” jawab Alvin sambil nyengir. Ify agak ngeri melihat cengiran Alvin
lalu memanggil Mamanya. Alvin pun pamit. Di jalan, ia tidak bisa berhenti
memikirkan Shilla. Harusnya, ia tak pernah mengiyakan permintaan Ify. Kini, ia
rasa luka Ify akan berpindah pada Shilla. Alvin menghela napasnya, ia teringat
cerita Shilla tentang Rio. Shilla bilang ia gadis yang paling bahagia di dunia
siang tadi.
*
Shilla
sibuk membereskan berkas perizinan liputan ke SMA Labsky sehabis ulangan akhir
nanti. Ia juga membereskan proposal-proposal yang dititipkan OSIS kepada tim
Mading. Gadis itu masih fokus pada tumpukan kertas itu sampai ketukan di pintu
mengalihkan perhatiannya.
“Masuk,”
teriak Shilla. Junio muncul dari pintu jati itu sambil membawa kotak bekal.
Shilla memandang pemuda itu bingung. Tanpa Shilla sadari, detak jantungnya
menjadi lebih cepat dari biasanya. Rio tersenyum tipis melihat Shilla yang
menatapnya dengan wajah super polos.
“Makan
yuk. Lo belum makan, kan pasti? Tadi Iyel bilang lo masih sibuk ngurus
perizinan,” ujar Rio sambil duduk bersila di dekat meja kecil yang memang
Shilla taruh untuk makan bersama anggota mading.
“Sini,
kok malah bengong sih?” ajak Rio sambil tertawa melihat Shilla yang masih
terbengong-bengong. Shilla pun beranjak dari tempatnya dan ikut duduk bersila
di sebelah Rio. Rio menepuk puncak kepala Shilla gemas, membuat pipi Shilla
perlahan memerah. Oke, ditetapkan sekarang, cowok –selain Alvin—yang bisa
membuat pipi Shilla merah adalah Rio.
“Nih,
dimakan. Spesial loh, hehe,” ujar Rio sambil membuka bekalnya.
“Kamu
nggak makan?” tanya Shilla polos saat Rio menyodorkan kotak bekalnya pada
Shilla sepenuhnya. Rio menggeleng.
“Aku
udah makan kok. Kamu kan yang belum, buruan keburu dingin,” perintah Rio.
Shilla akhirnya menuruti perintah Rio, ia melahap habis makanannya dalam
sekejap. Rio tertawa.
“Kok
ketawa sih?” protes Shilla.
“Habis
makannya kayak anak kecil, sih. Belepotan,” ujar Rio. Pemuda itu lalu
mengeluarkan sapu tangannya, lalu mengelap sudut bibir Shilla yang belepotan.
“Nah,
sekarang udah bersih. Udah cantik lagi,” Rio tersenyum melihat wajah Shilla
sekarang.
“Makasih,”
Rio
mengangguk. Ia lalu membereskan kotak bekalnya. Setelah selesai, Rio berdiri
dan menuju meja yang penuh tumpukan kertas. Lalu memberesinya.
“Eh,
Rio. Jangan,” larang Shilla yang lalu menyusul Rio.
“Aku
cuma nggak mau kamu capek, Shill.” Jelas Rio lalu menyuruh Shilla duduk. Shilla
yang merasa tak enak, menggeleng.
“Kenapa
lo nggak mau gue capek?” tanya Shilla retoris sambil bersedekap, ngambek.
“Yah,
dianya ngambek,” kekeh Rio. Riopun mendekati kursi Shilla. Lalu rio mengunci
pandangan Shilla hanya padanya.
“Karen
ague nggak mau lo capek dan lo sakit. Kalau lo tanya kenapa? Jawabnya, karena
gue suka sama lo, Shill. Gue sayang sama lo, my favorite girl, Tiara Shilla.”
Jelas Rio to the point. Shilla hanya diam.
“Kecepetan
ya, Shill?” tanya Rio. Shilla menggeleng. Lalu tersenyum tipis, membuat Rio
juga tersenyum. Jadi, sepanjang siang itu Rio menemani Shilla beberes sampai
Alvin muncul dari daun pintu, mengajak Shilla pulang.
*
Alvin
merasa kepalanya pening begitu sampai rumah. Shilla, ah gadis baik itu. Ify,
gadis yang juga tak kalah baik. Dua sahabat karib yang menariknya dari masa
lalu kelamnya itu kini secara tak sadar saling apa ya.. menghancurkan? Keduanya
jatuh pada hati yang sama. Ini semua karena drama cinta yang ia, Ify, dan rio
coba buat. Dalam plot mereka, Shilla dan Rio akan bahagia, dan Ify akan melepas
Rio pada Shilla. Tapi kini, scenario entah darimana mengganti plot mereka. Saat
Ify sadar ia tak akan melepas Rio pada Shilla. Dan Rio yang mulai menerima Ify.
Klimaksnya, aka nada hati yang luka, yaitu Shilla. Tapi, jangan lupa ada yang
akan jauh lebih hancur dari Shilla, Alvin. The
Dark Knight yang tak tahu harus berbuat apa untuk mempertahankan
persahabatan Shilla dan Ify begitu skenario rio dan Ify bersama mulai berjalan.
*
Jadi, how will it end? Shilla-Rio atau Ify-Rio.
tetap ikuti cerbung ini ya ^^
Jangan lupa, keep in touch with me on @citr_
Much Love
citra :)
0 komentar:
Posting Komentar
Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3