Hai, ketemu lagi sama aku. Aku punya part 12 nya nih, siapa yang mau? hihi *apaan sih*
Oiya, sebelumnya. Marhaban ya Ramadhan. Selamat berpuasa bagi teman-teman yang menjalankan, hihi :3
Oke, langsung aja ya. cekidot.. ^^
PART 12
Rio menggeleng kuat
saat Ify melontarkan pertanyaan itu. Tidak dan tidak akan. Shilla tidak akan
tahu tentang skenarionya yang ia buat dengan Ify. Meskipun Shilla berusaha
untuk tahu, Shilla tidak akan tahu rahasia mereka. Ego Rio bersikeras Shilla
tidak tahu apa-apa.
“Tapi Shilla berubah
akhir-akhir ini,” desah Ify sedih. Rio tak bicara apa-apa setelah itu. Hening,
dingin itu menyelimuti Ify dan rio yang sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Sekarang gimana?”
tanya Ify bergetar.
“Shilla seharusnya
bahagia, tapi sekarang dia terluka… karena kita.” Lanjutnya sambil menunduk,
tak berani menatap wajah Rio.
Rio berteriak keras
dalam hatinya, jangan begini Ify. Kau juga berhak bahagia, jangan terluka Ify…
Rio
mengetatkan rahangnya menahan emosi. Jujur saja, pernyataan Ify tadi
menohoknya. Ia juga tidak suka Shilla terluka tapi ia lebih tak suka jika ify
terluka, lebih lama dan lebih dalam.
[]
Shilla
menata bukunya yang berserakan di meja setelah pelajaran matematika. Ia
menoleh, tidak ada Ify disana, Ify sedang berlatih bersama tim paduan suara
untuk lomba paduan suara tak lama lagi. Shilla lalu menoleh ke belakang
berharap ia mendapati Alvin namun nihil. Alvin pun tidak ada di kelas. Shilla
mendesah kentara, apa yang harus ia lakukan sekarang. Shilla merogoh sakunya,
mengeluarkan ponsel. Tidak ada pesan dari… -masih pantaskah Shilla berharap-
Rio.
Shilla
akhirnya memilih keluar kelas, ia menolak ajakan Oik melihat drama Korea
terbarunya. Shilla menatap lapangan basket yang tak jauh dari kelasnya. Ah, Ify
disana rupanya sedang menemani Rio yang sedang berlatih basket. Kurang jodoh
apa coba Shill, sama-sama ikut lomba, batin Shilla miris.
“Shilla?”
panggil Juniel.
“Eh
iya, yo?” jawab Shilla tanpa menoleh, setahunya suara itu punya Rio. Tapi
setelah menoleh, Shilla hanya tersenyum kecut, ia lupa junio punya kembaran
yaitu Olaf eh Juniel maksudnya.
“Maksud
gue, yel.” Ralat Shilla. Juniel mengangguk maklum.
“Shill?”
panggil Juniel lagi. Shilla mengerjap, ah dia melamun lagi.
“Iya.
Iya, ada apa?” tukas Shilla sambil tersenyum seperti biasa.
“Ini
proposalnya udah ditandatanganin kepsek. Besok bisa ambil tiket pensinya. Lo
mau ambil atau Ozy yang ambil?” ujar Juniel sambil menyodorkan map biru kepada
Shilla. Shilla mengangguk senang.
“Gue
aja deh.” Jawab Shilla semangat.
[]
“Alvin
temenin gue dong,” rengek Shilla pada Alvin yang sibuk mengaduk bakso. Alvin
menoleh sekilas lalu fokus pada mangkok baksonya lagi. Shilla yang merasa
dicuekin mengerucutkan bibir.
“Alvin,
lo mah gitu. Kalo sama gue pake sok-sokan mikir dua kali. Kalo sama Ify aja
langsung cuss. Ih, nyebelin,” Shilla mengeluarkan apa yang ada di dalam
pikirannya sambil mendebrak meja. Alvin, tentu saja ia kaget, Shilla tidak
biasanya seperti ini.
“Bukan
gitu, Shill.” Tukas Alvin. Namun belum sempat Alvin menyelesaikan penjelasannya
Shilla sudah melenggang pergi. Alvin menepuk dahinya tak mengerti, ada apa
dengan Shilla?
“Shilla
kenapa, Alv?” tanya Ify yang entah darimana. Alvin mengangkat bahunya.
“Tadi
dia ngelewatin gue gitu aja. Lo apain dia, Vin?” tanya Ify lagi kali ini
tampangnya mulai serius. bad mood Shilla
sepertinya menyebar, buktinya telinga Alvin terasa panas mendengar
pertanyaan Ify tadi.
“Maksud
lo?” sanggah Alvin sambil meletakkan sendok dan garpunya. Ify tidak menyangka
akan seperti ini tanggapan Alvin. Nada suaranya dingin bahkan lebih dingin dari
Rio.
“Lo
pikir Shilla kayak gitu Cuma gara-gara gue?” Alvin melirik Ify tajam. Ify
menunduk.
“Lo
pikir lo nggak punya andil sama sikap Shilla tadi?” Alvin mengatur napasnya tak
karuan. Ia marah, marah sekali. Pada dirinya sendiri dan juga Ify.
“Lo..
Cuma berani sama cewek. Hhh.”
[]
Shilla
akhirnya sampai di SMA Labsky setelah memaksa Kiki dan Ozy menemaninya. Lalu,
ketiganya memasuki area sekolah paling elit di ibu kota. Ozy dan Kiki di
belakang tidak henti-hentinya mengoceh betapa kerennya sekolah ini.
“Nggak
usah norak juga kali,” sindir Shilla halus yang dijawab dengan cengengesan
kedua temannya itu.
“Shillaaaa!”
panggil seorang gadis cantik saat Shilla berhenti di koridor. Shilla menoleh,
itu Serra, teman SMPnya dulu. Ozy dan Kiki buru-buru merapikan dandanan mereka,
siapa tahu dapat pin BB Serra, eh?
“Eh,
Serra. Lama banget nggak ketemu. Umagash, Lo jadi kece gini. Minder deh gue,”
ujar Shilla sambil merangkul Serra
akrab. Ozy dan Kiki yang melihatnya kagum karena Serra jauh lebih cantik kalau
dilihat dari dekat.
“Bisa
aja lo, Shill. Eh, by the way lo nggak sama Alvin apa Ify gitu?” tanya Serra
sambil tertawa. Shilla menggeleng lalu Ozy dan Kiki menyikut shilla pelan.
Shilla melirik dua anak itu agak malas, tetapi Shilla paham maksud mereka.
“Oiya,
Serr. Ini Ozy sama Kiki. Kiki, Ozy, ini Serra.” Shilla saling memperkenalkan
Serra serta Kiki dan ozy. Serra dan Shilla
tertawa melihat Ozy dan Kiki yang salah tingkah saat berjabat tangan dengan
Serra.
“Eh,
yaudah yuk. Gue ambilin tiketnya di sekre.” Ajak Serra kemudian. Lalu Shilla,
Ozy, dan Kiki mengekor Serra menuju ke sekretariat.
[]
Alvin
menatap geram pada pemuda yang menyela percakapannya dengan Ify. Karena pemuda
inilah yang membuat dua sahabat terbaiknya murung. Ya, pemuda itu adalah rio.
“Kata
siapa gue cuma berani sama cewek, ha?” tantang Alvin sambil menggebrak meja.
Beruntung, hari ini sekolah dipulangkan lebih awal jadi Alvin tidak menarik
perhatian para siswa.
“Kata
gue,” sahut Rio enteng. Jujur, kalau tidak ada Ify di antara ia dan Rio, sudah
dipastikan wajah angkuh Rio bonyok.
“Lo
– nggak usah sok tahu soal gue ya err siapa nama lo? Junio Tesla.” Geram Alvin.
Rio memandang remeh Alvin sambil merengkuh pundak Ify. Gadis itu sedari tadi
hanya menunduk, tak berani memandang Rio dan Alvin. Alvin tertawa mengejek saat
rio merangkul pundak rio. Pemuda itu tak sadarkah ia sudah pernah melukai ify
dan sekarang ia sudah melukai Shilla.
“how
can you be… such a b*st*rd.” cemooh Alvin sambil memiringkan wajahnya.
“kemarin
Shilla sekarang Ify. Apa menurut lo menghancurkan persahabatan orang itu baik?”
lanjut Alvin.
“Gue
emang ngebentak Ify tadi. Bukan apa-apa, gue Cuma ngingetin dia. Dia salah,
bukan Cuma dia, lo dan gue juga salah,” Alvin menghela napasnya sebentar.
“Kita
semua salah tentang Shilla.” Lanjut Alvin dengan nada terluka. Ify merasa
tertohok mendengar pernyataan Alvin tadi. Ia, Alvin, dan Rio telah salah
mengenai Shilla. Bukan hanya itu, mereka telah salah pada perasaan mereka
masing-masing. Dalam rencana mereka, mereka akan baik-baik saja. Mereka akan
bahagia, tapi tetaplah manusia hanya bisa berencana karena Tuhan lah yang
menetapkan semuanya.
Alvin
berdecak pelan lalu melangkah meninggalkan Ify dan Rio. Kepalanya pening sama
halnya dengan Ify. Shilla yang tadi membanding-bandingkan perlakuannya terhadap
Shilla dan Ify membayanginya. Sadarkah Shilla sekarang tentang dia? Atau…
irikah Shilla pada Ify yang nyatanya sekarang bersama Rio. Ah, Alvin pusing, ia
mengacak rambutnya frustasi.
“Alviiin.”
Seru Shilla saat Alvin berpapasan dengannya. Alvin tak menoleh, menoleh sama
saja membunuh dirinya dengan rasa bersalah. ‘Maaf, Shilla. Maaf. Kali ini saja
aku tak menoleh ke arahmu, Shilla’ batin Alvin perih.
Shilla
heran dengan tingkah Alvin, terakhir kali Alvin tak menggubrisnya mmm, sebentar
Shilla ingat-ingat dulu. Ah, ya dua tahun lalu. Shilla memegang dadanya,
tersentak.
“Astaga!”
pekiknya tertahan. Apa jangan-jangan Alvin kembali seperti yang dulu, tidak!
Jangan sampai. Shilla pun segera berlari mencari Ify, ini pasti ada hubungannya
dengan gadis itu. Batin shilla khawatir.
[]
Shilla
menemukan Ify menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangannya. Napas Shilla
tercekat, baru ia pergi beberapa jam, dua sahabat terbaiknya sudah ribut
begini. Mana Alvin tadi kelihatan marah besar dan sekarang bisa dipastikan, Ify
pasti menangis.
“Ify,”
panggil Shilla lirih. Ify menghentikan isakannya sebentar. Itu suara Shilla,
gadis itu ada disini. Astaga, apa yang harus Ify katakan padanya.
“Ify,
lo kenapa?” tanya Shilla lembut, gadis itu duduk di sebelah Ify sambil menepuk
pundak Ify.
“Lo
berantem sama Alvin?” tebak Shilla. Sial, batin Ify. Kenapa bisa tepat tebakan
Shilla. Tapi Ify masih menyembunyikan wajahnya, tak berani menatap Shilla.
“udah
dong, fy. Jangan nangis. Ngapain juga nangisin Alvin, eh. Salah ngomong gue,”
ujar Shilla sambil mengetuk dahinya pelan. Ify hanya diam, tak mengubah posisinya.
“Aduh,
Ify. Ayo, dong. Lo tahu sendiri gue nggak pinter nenangin orang nangis,” shilla
kini merasa kelimpungan karena Ify.
“Udah,
cup. Cup. Cup.” Shilla mengelus punggung Ify dengan lembut. Shilla tersenyum
tipis, ingat cara yang diajarkan Alvin tempo dulu kalau menangani orang yang
tidak berhenti menangis.
“Ifyyy.
Jangan nangis dong, ntar deh Alvin gue cubit sampai dia yang nangis, tenang
aja. Liat gue dong, fy. Plisss.” Shilla mulai menarik-narik Ify agar gadis itu
menatapnya. Ify menyerah, akhirnya ia mengangkat wajahnya.
“Nah
gitu dong, kan cantik. Ya, agak berantakan dikit sih,” ujar Shilla sambil
merapikan rambut Ify yang berantakan. Ify tersenyum tipis, Shilla selalu baik
padanya, pada semua orang. Ify pun menubruk tubuh Shilla, memeluknya erat-erat.
Shilla pun memeluk Ify erat.
“Ify,
gue tahu lo belum bisa cerita sekarang. Tapi, kapanpun itu kalo lo siap buat
cerita semuanya, gue bakal disana dengerin lo, fy.” Shilla bergumam pelan,
membuat mata Ify berkabut lagi.
[]
Dari
kejauhan Junio memandang dua gadis yang sedang berpelukan itu. Apakah ia
seburuk itu sampai-sampai membuat sahabat karib itu saling membentak. Saat
Alvin meneriaki Ify tadi, rasanya mulut Rio ingin bungkam tetapi tangannya
gatal untuk memukul Alvin.
“Rio,”
Sivia memanggilnya. Rio tak menoleh.
“iyel
udah nunggu,” lanjut Sivia tapi masih sama, tidak digubris Rio. Rio masih
memandang Shilla dan Ify yang kini sudah menderai tawa bersama.
“Rio,
Iyel udah cerita semua,” sivia berujar pelan, namun masih didengar jelas oleh Rio.
“Soal
Shilla dan Ify. Lo harus pilih salah satu dari mereka.” Lanjut Sivia. Ia tidak
tahu apa ia sudah mengatakan atau melakukan sesuatu yang benar.
“Gue
tahu,” sahut Rio datar. Gadis berambut pendek itu menghela napasnya sebentar.
“tapi
rio, cara memilih lo salah” sanggah Sivia hati-hati. Ia tahu betul Rio amat
mudah tersinggung.
“Maksud
lo?” tanya Rio tanpa menoleh Sivia.
“Begini
lo harusnya memilih salah satu di antara mereka tanpa melukai mereka. Gue tahu --.”
“Emang
bisa kayak gitu? Ify bakal tetep sakit kalau pada akhirnya gue milih Shilla,”
tanggap Rio putus asa. Sivia menggeleng.
“Itu
sebenernya nggak bakal terjadi Rio. Kalau saja, lo nggak memberi mereka
harapan. Pada waktu yang sama,” lanjut Sivia pelan namun begitu memojokan Rio.
“Dan
lo tahu, Junio? Mereka berdua sekarang sama-sama mengharapkan lo.” Tandas
Juniel yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Rio dan Sivia.
**
Uwowww. Gimana? Gimana? Makin absurd ya?
keep in touch @citr_ xoxoxo {}
0 komentar:
Posting Komentar
Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3