Jumat, 13 Juni 2014

Melted [9]

disini, mau menyelesaikan masalahnya Tasia eh I mean Via. Maaf kalau rada drama atau drama banget malahan -__- it's because children nowadays are doing so much drama :/

check it out, Fellas :3





Shilla berjalan gontai memasuki angkot Bang Boris.
                “Eh, Zhilla. Kenapa muka kau murung begitu? Macam orang putus cinta,” komentar Bang Boris dengan logat Bataknya. Shilla menarik kedua ujung bibirnya, tersenyum tipis.
                “Aku nggak papa kok Bang. Lagian aku kan jomblo, huhuhu.” Jawab Shilla sambil pura-pura menangis. Bang Boris agak bergidik ngeri melihat tampang Shilla kini.
                “Zudahlah, jangan sok sok mellow lah kau. Tampang kau tak enak kali dilihat. Nanti tak ada yang mau naik angkotku lah.” Cibir Bang Boris, membuat Shilla mengerucutkan bibir.
                “eh, ngomong-ngomong mana kawan kau? Si Ify sama Alvin?” tanya bang Boris heran. Shilla mengangkat sebelah alisnya.
                “Kepo kali kau Bang,” balas Shilla dengan nada sok-sok Batak. Bang Boris mengibaskan handuk kecilnya di muka Shilla. Shilla terkikik geli sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.
                “Udahlah bang. Buruan jalan, keburu sore nih,” protes Shilla. Bang Boris menggeleng.
                “Aku antar kau sendirian. Kau pikir ini taksi, Zhilla?” Shilla manyun lagi.
                “Apa Ify dan Alvin pacaran, Zhill? Jadi, kau sekarang ditinggalkan pulang sendiri,” tambah Bang Boris membuat Shilla makin manyun.
                “Siapa bilang aku pacaran dengan Ify, bang? Kau kan tahu juga aku ni suka Shilla,” suara itu… Alvin.
                “Ah, yang benar?” Bang Boris tampak tak percaya.
                “Jangan percaya, bang. Alvin emang suka gombal-gombal nggak jelas. Nggak usah didengerin,” oceh Shilla. Bang Boris hanya mengangguk-angguk lalu masuk ke angkotnya.
                “Penumpangnya dua, nggak apa-apa nih jalan?” tanya Alvin ragu. Bang Boris menggeleng.
                “Tak apa lah. Kalian kan pacaran,” sahut Bang Boris asal membuat muka Shilla dan Alvin sama merahnya.
[]
               
                Sivia memulai harinya seperti biasa. Mengucilkan diri dari persahabatan masa SMA. Ia cuma tidak ingin sakit lagi. Ia mengingat masa lalunya. Rasa bersalahnya itu muncul lagi. Harusnya ia saja yang terkucil, tapi ia malah menyeret Juniel. Ah, Ya Tuhan! Keringat dingin membasahi dahi Sivia, rasa takut dan rasa bersalah itu mencekamnya lagi.
                “Sivia, you okay?” tanya juniel panik.
                “Sivia, I’ve told you before. Don’t be sorry.” Juniel mengelus puncak kepala Sivia. Ia tahu, gadis itu pasti tak sengaja mengingat masa lalunya.
                “Sivia.” Lirih Juniel lagi. Tapi gadis berambut pendek itu tetap diam. Malah ia rasa gadis itu diam-diam menangis.
***
Kisah klasik itu tak begitu indah. Bukan masa kecil yang selalu ia rindukan, justru sangat ingin ia hilangkan.
                Sivia memainkan Barbienya dengan riang. Itu Barbie yang istimewa baginya, bagaimana tidak? Itu hadiah karena ia mendapat ranking satu lagi. Gadis itu berdialog dengan Barbienya seolah mainan itu benar-benar hidup. Tanpa ia sadari, ada gadis cilik lain yang memperhatikannya dari kejauhan.
                “Apa aku boleh ikut main?” tanya gadis cilik itu sopan. Sivia sejenak berpaling dari Barbienya memandang ragu pada gadis itu. Lalu ia mengangguk.
                “aku Zahra,” gadis itu memperkenalkan diri.
                “Sivia,” balas Sivia sambil mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
***
                Sivia ingat hari itu hari paling bahagia dalam hidupnya, iya. Dia adalah gadis cilik paling bahagia kala itu. Hidupnya sempurna, mama papa yang perhatian, mainan yang banyak,dan sahabat kecil yang sangat baik. Tangis Sivia perlahan berhenti. Tidak, ia tidak boleh menangisi gadis itu. Tak boleh, ia tidak boleh menangisi masa lalunya.
                “Iyel,” panggil Sivia. Juniel menatapnya khawatir.
                “Believe me, I’m fine,” lanjut Sivia dengan senyum lebar. Senyuman termanis Sivia Tasia yang pernah Juniel lihat. Juniel mengangguk.
                “I believe you, Tasia.”
[]
                Sivia memasukkan beberapa mainan lamanya ke kantung bekas. Gadis kecil itu akan menyumbangkannya seperti perintah ibu guru kemarin.
                “Mainannya mau diapain Via?” tanya Papa. Sivia menoleh sambil nyengir lebar ke arah sang Ayah.
                “disumbang,” jawabnya riang. Papa ikut tersenyum sambil mengangkat ibu jarinya. Sivia pun juga mengangkat jempolnya lalu tertawa riang.
                Esoknya, hari yang Sivia kira akan menjadi hari paling menyenangkan dalam hidupnya ternyata tidak terjadi. Sivia melangkah menuju kelasnya I B dengan gembira. Ia tak lupa menyapa setiap anak yang berpapasan dengannya. Tapi senyumnya perlahan memudar saat ia melihat teman-temannya duduk bergerombol di bangkunya. Sivia menahan langkahnya di depan pintu.
                “Sivia itu anak orang kaya yang bodoh,” seru sebuah suara.
                “Iya, Sivia Cuma manfaatin Zahra,” seru yang lain. Sivia membulatkan matanya, Apa itu manfaatin? Batinnya bingung.
                “Sivia yang nggak bisa apa-apa cuma bisa apa-apa Zahra apa-apa Zahra. Huu,”
                Oik, yang dilihat sivia hanya menunduk. Sivia ingin masuk dan meneriaki teman-temannya yang mengganggu Zahra, tapi langkahnya seperti tertahan di depan pintu.
                “baru kalau masalah uang Sivia keluar, dasar orang kaya sombong,”
                “Emang kalo punya uang bisa seenaknya,”
                Sivia membatin, apa maksudnya? Dia sama sekali tak mengerti soal yang dibicarakan teman-temannya. Entah apa Sivia jarang nonton sinetron ‘tersanjung’ yang sedang ngetren itu jadi ia tidak tahu drama apa yang sedang terjadi.
                “Cukup!” teriak oik. Sivia mendongak. Akankah ia dibela Zahra?

                Juniel percaya sivia baik-baik saja. Ia selalu percaya apa yang gadis itu katakan. Ia paham tidak seorangpun di dunia ini ingin tidak dipercaya, Sivia pun. Jadi sebisanya, meskipun terkadang logika menyangkalnya, iel berusaha mempercayai Sivia. Sebagaimana Sivia percaya padanya selama ini. Gabriel menoleh ke gadis di sebelahnya, ia tampak memejamkan mata, melarikan pikirannya ke dalam lamunan, entah itu impian atau kenangan. Juniel menghela napas, kembali memfokuskan dirinya ke papan tulis dimana Ibu Sri sedang menjabarkan rumus-rumus yang memusingkan.
                “Bukan Sivia yang manfaatin aku!” Oik berteriak histeris.
                “Aku yang memanfaatkan dia,” aku Oik sambil menangis. Semua yang disana tersentak, termasuk Sivia yang masih di ambang pintu.
                “aku berteman sama dia biar aku dapat jajan, biar aku dapat mainan, biar aku…” belum sempat Oik menyelesaikan pengakuannya, pelukan hangat Sivia merengkuhnya. Gadis itu telah berlari dari ambang pintu untuk memeluk sahabat kecilnya.
                “Sivia lepas,” tolak Zahra sambil menyingkirkan tangan Sivia yang memeluknya kasar. Sivia terbelalak.
                “Zahra…” jawab Sivia lemah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
                “Kamu tadi dengar kan, Sivia?” kini gadis berambut kepang mendekati Sivia.
                “Zahra manfaatin kamu,” lanjutnya dengan senyum yang menurut sivia seperti nenek sihir. Sivia menggeleng.
                “Aku nggak ngerasa dimanfaatin Oik,” jawabnya lantang.
                “Zahra nggak jahat sama aku,” lanjutnya lagi.
                Tak disangka Sivia, Zahra mendorongnya hingga jatuh. Sivia hanya terdiam, tak percaya apa yang dilakukan Zahra padanya.
                “Zahra, kenapa?” tanya Sivia. Bukannya menjawab, Oik melempari Sivia dengan buku tulis halusnya. Begitu pula teman-temannya yang lain, melempari Sivia dengan kertas yang sudah berbentuk bola. Sivia tidak ingat pasti apa yang terjadi setelah itu, yang jelas setelahnya ia pindah dari sekolah itu dan ia tidak pernah bertemu Zahra lagi.
                Bel panjang tanda sekolah berakhir berbunyi nyaring. Baru jam setengah sepuluh memang, hari ini sekolah pulang cepat. Sivia merapikan bukunya yang masih ada di atas meja.
                “Hari ini nonton yuk, Va,” itu nala yang sedang membujuk Irva untuk pergi ke bioskop bersamanya.
                “Gamau ah, Gak ada duit. Mending ke rumah Nova aja, ngobrol sambil nonton drama Korea,” jawab Irva yang kini menoel pundak Nova. Sivia memperhatikan mereka sesaat. Hati kecilnya berharap ia menjadi salah satu bagian dari mereka. Berteman, bercengkerama tiap waktu, berbagi cerita tentang sekolah, tentang cowok, tentang impian, ah tentang semuanya, intinya Sivia ingin bergabung.
                Sivia menoleh bangku sebelahnya, tempat duduk Iyel. Pemuda yang rela menemaninya, meskipun Sivia tidak banyak memberinya respon. Sivia tersenyum tipis, pemuda itu kini perlahan menjauh darinya. Tapi anehnya, Sivia tidak merasa marah, ia juga senang akhirnya Juniel punya teman yang lain, paling tidak mengurangi frekuensinya menjahili Sivia.
                “sivia, mau ikut?”
                Sivia menoleh heran dan menatap bingung teman-teman yang tadi ia perhatikan.        
                “Mau ya,” bujuk Nala, sepertinya Nala tipe cewek perayu. Sivia tampak berpikir, ucapan Iyel tempo hari terngiang..
                Gue Cuma pengen lo bisa berteman dengan semuanya, Sivia,”
                Okai, Sivia tidak ada salahnya dicoba kan?
                Sivia mengangguk.
                “Iya, aku mau.” Jawabnya lantang. Nala, Irva, dan Nova pun tersenyum.
                “Yukk, cabut yuuk..” komando Irva sambil menyeret Sivia keluar kelas. Sivia sempat melirik bangku sebelahnya. Ia tersenyum tipis, sudah saatnya Juniel beristirahat dalam hal menemani harinya. Sivia mungkin belum siap membuka diri untuk berteman, tapi Sivia harus mencobanya. Seperti Juniel yang telah mencobanya terlebih dahulu. Sivia pasti juga bisa punya banyak teman.

**

Oke, part ini segini dulu. I don't know kapan mau lanjut lagi, mungkin setelah SBMPTN akan merampungkan cerbung ini. Dan semoga bisa selesai di ulang tahun si Junio dan Juniel, 24 Juni nanti tapi kayaknya sulit. 
Plis, I do hope whoever you are who reads this fict. Kritik dan Sarannya ya di @citr_ thanks 

Much Love
Cills ^^ 

0 komentar:

Posting Komentar

Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3

 

Cerita Fufu Fafa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang