Semoga ada yang baca dan ada yang komen plis plis o:)
PART 3
Sudah
satu jam Rio mondar-mandir di kamarnya. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal.
Bagaimana ia bisa dekat dengan gadis yang disukainya. Pribadi dinginnya jelas
menjadi penghalang utamanya. Rio tidak mungkin mengejarnya dengan intens,,
karena itu bukan style Rio. Menjadi secret admirer? Tidak, itu bukan ide
bagus. Juniel pasti akan tahu, dan itu namanya bukan ‘secret’ lagi. Pacaran?
Mmmm, patut dicoba, batin Rio. Ya mungkin dengan begitu, ia akan lebih mudah
dekat dengan pujaan hatinya.
[]
Shilla
menekuni simpul sepatunya untuk yang ketiga kalinya.
“Ify,
gue udah ganti model tali sepatu tiga kali dan Alvin belum juga dateng! Huh!”
keluh gadis itu sambil mendorong bahu Ify nggak nyantai. Ify yang agak tergeser
dari duduknya membalas Shilla membuat gadis itu menggembungkan pipi.
“Sabar
napa, Shill. Lo pikir Gue nggak capek apa nungguin itu si Kopin,” respon Ify
sambil celingukan mencari angkot nomor 02.
Shilla
mengerucutkan bibirnya. Sudah setengah jam ia dan Ify menunggu Alvin. Sudah
jadi jadwal harian mereka bertiga untuk pulang bareng naik angkot apalagi kalau
mereka ikut BimBel ataupun kegiatan ekstrakurikuler.
“Alvin
futsal apa ngapain sih?!” gerutu Shilla sambil menginjak-injak bumi,
“ALVIIIN!!!!!!!!”
kini Shilla berteriak keras saat angkutan mereka + Alvin di dalamnya berhenti
di depan Bimbel.
“Alvin
lo lama banget tahuuu!” semprot Shilla saat memasuki angkutan umum. Ify segera
menutup wajahnya, begitu juga Alvin. Pura-pura nggak kenal Shilla soalnya
Shilla kalau udah ngamuk di depan umum itu malu-maluin.
“Yang
lama bukan gue tapi bang Boris,” jawab Alvin tanpa menatap Shilla. Shilla
manyun dan langsung diam. Kalau masalah bawa-bawa ‘Bang Boris’, Shilla mending
diam. Bang Boris, sopir langganan mereka itu terkenal galak, level galaknya
jauh di atas Shilla, hahaha.
[]
Sivia
datang lebih pagi dari biasanya. Ia tidak ingin kehilangan tempat favoritnya
seperti kejadian tempo hari. Tapi sepertinya hari ini ia kalah cepat. Sudah ada
tas lain yang tergeletak di atas meja. Sivia tahu persis siapa pemiliknya. Itu
tas Gabriel, satu-satunya orang yang ia izinkan menjadi temannya.
Sivia
memandang kelasnya yang masih kosong karena belum ada siswa yang datang. Ada
puluhan meja dan kursi disana, tempat siswa lainnya duduk dan bercengkrama.
Namun, Sivia tak mengenal satu pun diantara mereka. Bukan Sivia tidak mau,
Sivia hanya tidak ingin kecewa lagi. Ia belum siap.
[]
Ify
menyendiri dari Shilla dan Alvin pagi ini. Dua sobatnya itu sedang asyik debat
dengan volume nggak kira-kira di kelas tentang materi ulangan. Ify yang tidak
bisa berkonsentrasi karena koaran Shilla dan Alvin akhirnya mengalah dan
memilih menepi di taman sekolah. Udara pagi yang sejuk langsung merefresh otak Ify yang tadinya stres tak
karuan karena Alvin dan Shilla. Gadis itu pun segera membuka buku catatannya
dan mengulang materi yang semalam ia pelajari.
“Ehemm”
suara baritone itu membuat Ify menoleh tak percaya. Itu suara Rio, baru saja
menyapa Ify lewat deheman.
Rio
tersenyum tipis saat mendapati Ify sendirian di taman. Ini kesempatannya,
batinnya girang. Jadi dengan deheman kecil ia menyapa gadis berdagu tirus itu.
“Gue-gue,
pergi, iya gue bakal pergi kok kalau lo ngerasa keganggu,” gagap Ify seraya
beranjak dari duduknya. Rahasia umum kalau Rio tidak suka kehadiran manusia eh
orang lain maksudnya.
“Gue
nggak nyuruh lo pergi,” balas Rio datar. Ify membulatkan matanya, jadi Rio
tidak apa-apa kalau ia tetap disini, Syukurlah.
“Gue
mau bilang sesuatu.” Lanjut Rio sambil menatap dalam mata Ify. Ify tak berkedip
saat bola mata hitam pekat Rio menyambar bola matanya.
“Lo
mau nggak jadi pacar Gue?” tembak Rio langsung. Oke! Telpon ambulan sekarang,
Gue kena serangan jantung. Batin Ify serasa mau pingsan.
[]
Ify
menatap lembar ulangannya bingung. Semua materinya seperti menguap saat Rio
mengungkapkan permintaannya tadi. Ify menggaruk tengkuknya yang tak gatal,
bingung. Alvin yang duduk di sampingnya merasakan keganjilan pada Ify.
“Lo
kenapa?” bisiknya pelan. Ify menatap Alvin dengan wajah bingungnya. Alvin
mengangguk mengerti.
“Lo
nggak bisa nomor berapa?” tanyanya lagi dengan lebih pelan. Ify menggeleng lalu
menuliskan sesuatu di kertas corat-coretnya.
Rio nembak gue. Gue harus gimana?
Alvin
seketika melebarkan mata sipitnya membaca tulisan Ify. Kalau saja ini bukan
ulangan pasti Alvin akan berteriak keras.
“Ulangan
aja dulu. Habis ini gue bantu deh,” ujar Alvin pelan menenangkan Ify. Ify
mengangguk lalu kembali menekuni soal ulangannya.
“Ify,
Alvin! Mau kemana?” tanya Shilla saat Alvin dan Ify melewatinya begitu saja
saat selesai ulangan.
“Aneh,”
lanjutnya sambil mengedikkan bahu lalu masuk kelas untuk mengikuti ulangan. FYI
aja sih, Shilla ikut ulangan kloter kedua.
oke. ini menjadi semakin absurd. Semoga suka.
Love, @citr_
Absurd cill pas bagian Rio nembak Ify karena dari awal gue pikir dia nggak suka sama Ify. Gue expect Rio to do something better than that. He could've just wait. Like what Ify did.
BalasHapusYa sih Rio ganteng, perfect and all. Tapi gue kurang setuju sama sikapnya yang cenderung labil. Gue kan pernah merasakan namanya menunggu (cerita lama sih) dan to be honest, Rio di sini karakternya to good to be true, grasa-grusu, diktator (?)
Yah gue berharapnya Ify jangan nerima Rio dulu. That's totally unrealistic. T . T