I'm trying ma best here. Hihi, luvv
Enjoy get lost here and enjoy the story, Pals :3
PART 6
Ify sampai lebih dulu di kafe ChitChat daripada Rio.
Jadi gadis itu memilih meja di paling pojok. Bukan apa-apa sih, hanya agar
percakapannya dengan Rio lebih privat karena feeling Ify bilang kalau Rio akan
menyampaikan sesuatu yang sensitif. Rio yang baru datang menjelajahi sudut kafe
dan akhirnya mendapati Ify yang melambai ke arahnya.
“Mau pesen apa?” tanya Ify
ramah. Rio memandang Ify sebentar lalu duduk.
“Espresso,” jawab Rio. Ify
tersenyum lalu menuliskan pesanannya dan Rio. Setelah Ify menyerahkan menu dan
kembali ke mejanya, keheningan mulai menyeruak. Baik Ify maupun Rio tidak ada
yang mulai percakapan. Ify mengetukkan jemarinya ke meja, membuat sedikit
suara.
‘oke, Ify. Nggak ada hukum yang
menetapkan cewek harus nunggu. Ayo lo bisa ngajak dia ngobrol,’ batinnya
bersemangat.
“Lo mau ngomong apa?” tanya Ify
membuyarkan lamunan Rio. Rio menatap Ify datar dan dingin.
“Ini pesanannya kakak. Selamat
menikmati,” pelayan kafe meletakkan pesanan rio dan Ify di meja. Sebelum
pelayan itu pergi, Ify mengucapkan terima kasih, sementara Rio hanya menatapnya
datar. Sekarang pandangan Ify beralih pada pesanan mereka berdua. Rio memesan
Espresso sementara Ify memesan Milkshake stroberi. Terlalu bertolak belakang,
espresso dengan rasa pahit-pahit manis dan milkshake dengan rasa dominan manis.
Apa espresso mencerminkan kepribadian Rio? Pikir Ify.
“gue suka Shilla,” ucap Rio
pelan namun tegas. Ify yang barusan menyedot milkshake nya tersedak.
“S..shh..Shilla?” ulang Ify
dengan sedikit tergagap. Rio mengangguk.
“Ah, ya. Harusnya gue udah tahu
ini dari awal. Haha, iya. Lo suka Shilla,” ujar Ify dengan tawa getirnya.
“Can you help me? Bisa nggak lo
ngebuat gue deket sama dia? I beg you,” pinta Rio pelan. Ify mengepalkan
telapak tangannya, menguatkan dirinya sendiri. Jadi ini alasannya. Rio pacaran
bukan karena ia suka Ify, hal yang seharusnya terpikir oleh Ify saat pemuda itu
‘menembaknya’. Jadi karena Shilla, sahabat polosnya yang bawel itu. Ify
menghela napas berat, membantu Rio pdkt dengan Shilla sama saja membunuh
dirinya pelan-pelan. Jadi, haruskah
ia berkata tidak sekarang? Haruskah kali ini ia menolak permintaan Rio.
[]
Alunan piano yang dimainkan
Sivia terdengar indah. Lagu Fur elise itu menggema di seluruh ruangan lalu
selain denting piano, tepukan tangan terdengar di ujung pintu membuat Sivia
menoleh.
“juniel.” Ujar Via menghentikan
permainan pianonya.
“Kok berhenti mainnya?” tanya
Iyel. Sivia menggembungkan pipinya sebal.
“sejak kapan kamu nguntit
nguntit aku segala?” keluh Sivia. Juniel tersenyum tipis.
“Gue Cuma mau nemenin lo, Vi.
Boleh?” tanya Iyel. Sivia menatap pemuda itu bingung.
“lo…” Sivia menggantungkan
perkataannya lalu beralih pada pianonya lagi. Sivia menekan tuts
hitam dan putih itu bergantian melagukan Beethoven Symphony No. 3, Juniel yang
berada disampingnya tersenyum tipis.
“Lo,
selalu ngalahin gue dalam main piano, Tasia,” ucapnya sambil terkekeh pelan.
Pipi sivia memerah malu, Juniel memanggilnya dengan nama belakangnya lagi sama
ketika mereka masih berpacaran dua bulan lalu.
“Stop
calling me Tasia,” ujar Sivia agak galak. Juniel terkekeh lagi, apa yang salah?
Oh, gadis itu memutar memorabilianya ternyata.
“Do
you want to be my girlfriend again, Sivia Tasia?” tanya Iyel penuh harap. Sivia
menghentikan permainan pianonya, gadis itu hanya bergeming dan memandang mata
hazel milik Iyel.
“Stop
play on me, Juniel Tesla,”jawab Sivia terdengar bergetar, ragu, dan takut.
Juniel tidak menyangka akan begini respon Sivia. Lalu, pemuda itu merengkuh
Sivia ke dalam pelukannya.
“Gue
jadi temen lo aja kalau gitu,” bisik Juniel tepat di telinga Sivia.
[]
“Ya,
I will help you,”
Shilla
membulatkan kedua matanya mendengar teriakan keras Alvin yang berada di depan
laptopnya.
“Napa
lo? Kesambet?” tanyanya gusar. Alvin menoleh dan mendapati dua mata bulat
Shilla menatapnya penasaran. Gadis itu kelihatan lucu sekali sekarang. Alvin tersenyum
tipis tanpa Shilla sadari.
“Ciee
Alvin sama Shilla. Jadian nih ye, PJ! PJ!” teriak Obiet hebring. Shilla
langsung menoleh dan menghadiahi Obiet tatapan mautnya. Obiet hanya
cengengesan.
“Iyadeh.
Couple baru nggak mau digangguin,” sambung Kiki yang baru saja masuk ruang pers
sekolah. Shilla gentian melirik tajam Kiki.
“Lo
berdua tuh ya. Asal banget kalau ngomong. Mana mau gue sama ini cowok satu,
idih.” Ujar Shilla yang langsung menjauh dari Alvin. Alvin dengan wajah
tengilnya mengikuti Shilla lalu merangkul bahu Shilla yang langsung sibuk
dengan tumpukan kertas.
“Shilla
sayang, nggak usah malu-malu gitu dong sama anak-anak mading. Oh, kamu belum
mau ke ekspos ya, Sayang?” ujar Alvin tengil. Shilla segera menepis lengan
Alvin dari bahunya. Lalu gadis itu berlari menuju pintu.
“Lo
bertiga! Awas ya!” geram Shilla sebelum ia benar-benar pergi dari ruang pers.
Alvin yang tertawa paling awal lalu disusul oleh Obiet dan Kiki.
“Kocak
lo, Vin! Lo nggak liat tuh ibu ketua klub mading mukanya semerah seragam MU,
hahaha,” komentar Kiki di sela tawa mereka.
“Oh
ya? Shilla segitu saltingnya?” tanya Alvin tak percaya. Kiki dan Obiet
mengangguk.
“Btw,
kalian beneran taken?” tanya Obiet. Alvin menggeleng.
“Enggak
kok. Belum,” jawab Alvin sambil tersenyum lebar.
[]
Ify
menghela napasnya pelan sebelum ia sanggup menjawab permintaan Rio. Dalam hati,
ia merapal doa agar keputusannya kali ini tidak salah. Gadis itu lalu menyedot
milkshakenya lalu menatap pemuda dingin di depannya itu.
“Iya.
Gue bantu, tapi boleh gue minta satu permintaan?” ujar Ify pelan. Rio tersenyum
teramat tipis dan mengangguk.
“Kita
putus aja ya?” sambung Ify tanpa menatap Rio. Rio terbelalak, pemuda itu
menggeleng.
“Nggak.
Minta yang lain. You have to stay beside me,” jawab Rio pelan dan tegas. Ify
menghela napas lagi. Benar, Rio akan membunuhnya perlahan-lahan. Ify menggigit
bagian bawah bibirnya, bingung apa yang akan ia minta pada Rio.
“Gue
boleh tanya?” tanya Ify akhirnya. Rio mengangguk.
“lo,
kenapa dipanggil Rio. Nama lo Junio Tesla kan?” tanya Ify lagi. Dalam hati, Ify
merutuki dirinya, dari berbagai permintaan yang terlintas di otaknya kenapa ia
sekarang malah mengajukan pertanyaan bodoh bin tidak penting seperti ini. Rio
menatap Ify seperti biasa, datar dan dingin.
“Rio
itu nama kecil gue. Nama gue Junio Tesla. Junio karena gue lahir di bulan Juni
di tanggal 24. Tesla diambil dari nama penemu, karena Ayah gue maniak sains
tapi malas untuk mengakuinya. Dan Rio, itu nama kecil gue. Iyel, Juniel yang
manggil gue Rio untuk pertama kali saat ia akhirnya bisa bilang huruf ‘r’
dengan jelas. Ya, jadi gue dipanggil rio sampai sekarang,” jelas pemuda
berwatak dingin itu pada Ify yang mendengarkannya dengan serius.
“Kenapa
lo pengen tahu? Cuma lo orang yang pernah nanya ini ke gue?” Rio balik bertanya
pada gadis itu. Ify tersenyum tipis.
“Karena
ada sebuah cerita di balik setiap nama, Yo.” Jelas Ify.
“Mm,
mau ketemu Shilla nggak? Mungkin doi masih di sekolah jam segini. Cabs yuk?”
ajak Ify yang langsung berdiri dan menuju kasir. Riopun sama, mengekor gadis
berdagu tirus, gadis yang akan membantunya dekat dengan dia yang selalu membuat
Rio susah tidur, Shilla.
**
To be continued..
Terima kasih sudah membaca (:
@citr_
h4h4h4 xD
BalasHapus