Selasa, 27 Mei 2014

Melted [7]

Hai, posting ah. Daripada galau *kemudian hujan JetZ*
Here is part 7. Saya rasa agak panjang, maaf ya kalau postingan sebelum-sebelumnya pendek karena aku ngefans raditya dika *loh*

Check this out :D



PART 7
                Ify menatap layar handphonenya sedih sebuah pesan masuk dari Shilla
                From: Shilla Mbash
                Ipyyy, gue ketemu Rio di gramedoi. Sini buruan cepettt :D
                Hati Ify bergetar hebat, tanpa Shilla beri tahu pun ia sudah tahu kalau Rio ada di sana. Di toko buku menemui Shilla. Ify meletakkan hpnya sembarang, tidak ada niatan lagi untuk membalas SMS Shilla.
                “Sorry, Shill,” gumamnya pelan sambil menatap HPnya nanar seolah-olah itu Shilla.
[]
                Shilla gelisah sedari tadi di depan rak buku ‘novel remaja’ sementara disampingnya Alvin anteng-anteng saja membaca salah satu novel di sana.
                “shill. Lo kenapa? Kepanasan? Apa kedinginan?” tegur Alvin akhirnya. Shilla menghentikan aksinya.
                “vin, gue risih nih dilihatin itu” adu Shilla. Alvin mengerutkan kening, ah ya. Pasti mereka sedang dilihat oleh mas-mas toko buku karena dari tadi Cuma baca bukannya beli.
                “Santai aja keles. Kayak nggak pernah dilihatin mas-mas gramedia aja lo,” balas Alvin santai. Shilla memukul pundak Alvin dengan kesal.
                “Sejak kapan Rio kembarannya Olaf jadi mas-mas Gramedia, odong?!” bentak Shilla pelan. Alvin tersentak, lalu menoleh ke arah yang sedari tadi di hindari Shilla. Benar, ada Junio atau Rio di rak seberang mereka. Alvin merasa ada yang ganjil dengan kehadiran Rio, ganjil yang lain bukan ganjil karena Rio makhluk halus, bukan itu. Pasti ada hubungannya dengan Ify, batin Alvin.
                “Apa dia nyariin Ify ya, Vin?” ceplos shilla menyadarkan Alvin yang diam untuk beberapa saat.
                “Iya kali ya. Eh cabs yuk Shill. Laper gue,” ajak Alvin. Shilla mengangguk setuju lalu mereka berdua keluar toko buku.

[]
                “Lo. Kenapa lo kemarin nggak nyusul ke Gramed?” Tanya Shilla saat ify baru saja bergabung dengan Shilla dan Alvin. Ify menggaruk kepalanya.
                “Ketiduran, hehe,” jawab Ify berbohong. Shilla hanya mengangguk sementara Alvin menatap Ify dengan curiga. Ify tertunduk dilihati Alvin begitu.
                “Shilla, gue punya Running Man episode baru, lo mau nggak?” teriak Oik heboh. Shilla langsung antusias dan meninggalkan Alvin dan Ify berdua saja.
                “Rio sama lo sebenernya apaan sih?” tanya Alvin gemas. Ify yang ditanya kini menatap Alvin cemas. Bagaimana ini? Bagaimana caranya menjelaskan ini semua pada Alvin.
                “Lo nggak marah kalau gue cerita?” tanya Ify. Alvin memutar bola matanya, tampak berpikir. Lalu pemuda itu mengangguk. Ify menghela napasnya sebentar lalu mulai bercerita.
                “Gue sama dia cuma status doang.” Alvin melebarkan mata sipitnya tak percaya.
                “Itu baru poin pertama. Dua, dia pengen gue nyomblangin dia sama…” Ify merasa tak enak jika harus menyampaikan poin kedua.
                “Siapa?” tanya Alvin tak sabar. Ify menghela napas lagi.
                “Shilla.” Lanjut Ify dengan wajah bersalah. Hening menyeruak, Alvin tak lagi menanggapi cerita Ify. Pemuda itu diam, diam yang lain. Pikirannya merambah kejadian kemarin, saat ia bilang ada orang yang memperhatikannya dari jauh dan itu Rio. Jadi ini penyebabnya, Rio suka Shilla. Alvin mencoba menetralkan perasaan asing yang tiba-tiba muncul di hatinya.
                “Apa lo mengorbankan kita buat dia, Fy?” tanya Alvin pelan. Hati Ify mencelos. Gadis itu menggeleng.
                “enggak. Gue yang berkorban, bukan elo. Elo harus tetep berjuang, Alv.” Jawab Ify dengan getar yang begitu kentara. Alvin menatap Ify tak paham. Lalu, ia menggenggam tangan sahabatnya itu.
                “Nggak.” Ujarnya menggeleng.
                “Kita berjuang sama-sama,fy. Dan kita juga menguatkan satu sama lain, ok?” lanjutnya dengan senyum manisnya. Ify pun tersenyum, Alvin benar mereka harus saling menguatkan dan berjuang untuk yang mereka sayang.
                “Uhhuuk.” Dengan polosnya Shilla pura-pura batuk, Ify dan Alvin pun melepaskan genggaman tangan mereka. Shilla tertawa terbahak-bahak melihatnya.
                “Pacaran mah pacaran aja, haha. Gue tahu nih abis ulangan itu kan lo nembak Ify nya, haha. Ye kan, vin. Ye kan?” goda Shilla dengan wajah tengilnya. Alvin hanya menoyornya pelan namun tidak juga menghentikan ocehan asal Shilla. Untungnya bel masuk segera berbunyi, kalau tidak Shilla tidak berhenti menggoda Ify dan Alvin.
[]
                Rio menatap Ify dingin seperti biasa. Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan kota. Ify sedang sibuk membolak-balik buku entah judulnya apa. Rio menaikkan sebelah alisnya, bisa-bisanya ify betah berada di dekatnya. Setahunya, baru Ify yang mau ada di dekatnya. Ah, masa bodoh ia berada di sini kan karena Ify bilang Shilla akan datang ke tempat ini juga. Rio berdecak tak sabar, meskipun pelan Ify dapat mendengarnya. Ify melirik rio, lalu hatinya mencelos. Pemuda ini ada di sini bukan untuknya.
                “Gue nggak mau kalau jadi obat nyamuk, huuu” celotehan Shilla tiba-tiba terdengar. Ify segera melongok ke pintu masuk, benar itu shilla yang sedang menutup mulut dengan kedua tangannya dan tersenyum malu. Di sebelahnya Alvin, memasang wajah jaimnya, pura-pura tak kenal Shilla. Ify terkekeh pelan, lalu melambai ke arah keduanya. Shilla pun lari terbirit-birit menuju Ify.
                “Malu banget gue.” Bisik shilla. Ify terkekeh lagi.
                “makanya, punya suara tuh jangan kayak toa masjid, hahaha.” Sahut Ify yang hanya dibalas cibiran pelan oleh Shilla.
                Dari belakang, Alvin memperhatikan dua gadis itu. Ia tersenyum tipis walau dalam hatinya miris. Ia dan Ify ada disini untuk Shilla. Ya, tapi bukan hanya Shilla. Mereka disini hanya untuk membuat luka dalam hati masing-masing. Luka jika akhirnya Shilla dan Rio bersama.
                Rio memilih bersembunyi di belakang rak buku sastra. Rasanya sulit untuk bernafas jika ada Shilla di dekatnya. Cukup dari kejauhan saja ia memandang Shilla saat ini. Ia belum siap jika harus mengobrol dengan Shilla, berkenalanpun ia belum siap. Disini saja, memantau Shilla dari balik rak buku.
                “Aneh deh, gue akhir-akhir ini ngrasa diperhatiin gitu sama orang,” ujar shilla membuat Alvin dan Ify menoleh ke arahnya.
                “Wah, makhluk halus tuh,” ujar Alvin dengan tampang serius. Shilla mengerutkan keningnya.
                “Iya mungkin Shill. Makhluk halus, hiii” kini Ify mengompori Shilla. Shilla bergidik ngeri.         
                “Ngasal ah lo berdua.” Jawab Shilla cuek lalu melanjutkan membaca bukunya.’             
                “Eh, jangan-jangan yang merhatiin gue tuh sebenernya cowok ganteng,” oceh Shilla tiba-tiba. Alvin menoyor gadis itu dengan santainya.
                “Satu-satunya cowok ganteng yang mau merhatiin lo itu Cuma gue, Shill” ujarnya percaya diri.
                “Idihh. Inget Pin lo udah ada Ipi inget,” balas Shilla dengan terkekeh. Alvin melengos, Shilla memang seperti itu tak pernah mempan akan gombalannya. Tapi, tak hanya Alvin yang melengos, pemuda di belakang rak sastra itu juga. Perasaannya seperti terhantam benda keras saat Alvin dengan santai berucap itu pada Shilla. Kalau ia pikir-pikir, ia sudah kalah jauh dibandingkan Alvin.
                Ify melihat sekelilingnya, pemuda itu belum muncul juga. Pasti ada yang tidak beres, Ify pun bangkit dan mencari Rio.
                “Mau kemana?” tanya Shilla. Ify hanya mengangkat buku yang dibacanya. Shilla mengangguk dan meneruskan membacanya.
                Ify menemukan Rio terduduk putus asa di balik rak. Ify menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Gadis itu menatapnya dalam. Ify tiba-tiba merasa susah untuk menghirup oksigen di sekitarnya, seolah-olah ia merasakan sakit hati Rio. Tangan Ify pun terulur untuk menepuk pemuda itu pelan. Rio menoleh dan menatap Ify, kali ini lain tidak seperti biasanya ia menatap Ify datar dan dingin. Rio menatap Ify sedih. Ify menepuk pundaknya lagi, seolah memberi Rio kekuatan. Spontan, rio memeluk Ify erat.
                ‘kuatkan aku ify,’ batinnya lemah.
[]
                Shilla pulang dengan perasaan ganjil. Ia dan Alvin akhirnya pulang lebih dulu, meninggalkan Ify yang tidak juga kembali bergabung dengan mereka. Saat Shilla bertanya kenapa harus pulang, Alvin tidak menjawab. Ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan oleh Ify dan Alvin dari Shilla. Tapi apa?
                “Assalamu’alaikum. Shilla pulang,” teriak Shilla nyaring.
                “Eh, Shilla sudah pulang.” Jawab suara yang sudah tidak asing lagi buat Shilla, Tante Dian.
                “Mama kemana, tan?” tanya Shilla.
                “Kamu lupa ya? Mamamu kan seminggu seminar di Semarang sama Papamu juga,” jelas Tante Dian gemas. Shilla menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil meringis. Iya juga ya, batinnya malu. Shilla pun bergegas masuk ke kamarnya, berganti pakaian.
                Di kamarnya Shilla masih termenung memikirkan Alvin dan Ify. Apa sebenarnya yang disembunyikan keduanya? Apakah ini tentang dirinya? Atau hanya tentang Alvin dan Ify? Apa aka nada kejutan untuk Shilla? Wait, ulang tahun Shilla kan sudah lewat jadi tidak mungkin kalau kejutan, hmm lantas apa yang disembunyikan Ify dan Alvin?
                “Shilla, lo tau nggak apa itu majas metonimia?”
                Shilla melongok ke arah pintu, itu Raissa rupanya, adik sulungnya.
                “Oh, yang merk merk gitu, cha! Kayak naik garuda, gosok gigi pake odol, minum aqua gitu.” Jelas Shilla malas.
                “Eh, btw lo tadi manggil gue ‘shilla’ doang gitu kan, dasar adik nggak sopan!” omel Shilla lalu melempar bantalnya ke arah Acha. Acha cemberut terkena lemparan Shilla lalu mendekati kakaknya.
                “Maaf deh Kak Shilla. Kak, kenapa muka lo kusut gitu? Uang jajan lo abis?” tanya Acha sambil terkekeh pelan. Shilla hanya mengerucutkan bibirnya, kesal dengan Acha.
                “Bingung nih gue, Alvin sama Ify kayaknya lagi ngerencanain sesuatu gitu.” Keluh Shilla pada Adiknya. Acha mengangguk-angguk.
                “Dan lo nggak dikasih tau? Kasian,” ejeknya sambil tertawa yang langsung mendapat hadiah toyor dari Shilla.
                “Kalau lo nggak dikasih tahu ya cari tahu aja sendiri,” saran Acha sambil mengelus kepalanya.
                “Emang boleh gitu?” tanya Shilla ragu. Acha mengangguk.
                “Sekarang gini deh, Shill eh Mbak Shilla. Menurut lo kalo ada kasus nih, penyidik dan tersangka. Oke, ini kenapa berat gini. Ah, biar deh. Menurut lo apa si tersangka mau dikepoin penyidik? Enggak kan, nah itu ibaratnya Mas Alvin sama Mbak Ify. Mereka nggak mau ngasih tau mbash karena menurut mereka nggak perlu dan nggak penting. Tapi menurut mbak Shilla sebagai penyidik gimana?” jelas Acha.
                “Ya, gue berhak tau dong kan gue juga sahabat mereka” jawab Shilla antusias.
             “Nah, cakep. Jadi, it’s ok wae kok kalau Kakakku ini ngepoin mereka diam-diam. You deserve to know” jawab Acha sambil mengacungkan jempolnya. Shilla terkekeh pelan melihat kelakuan adiknya, bener juga sih kata Acha. Tapi apa iya, tidak apa-apa?
[]
                Sivia memandang malas pada layar handphonenya. Ia bosan melihat aplikasi messaging nya, alasannya sederhana isinya hanya Juniel. Hhh, pemuda itu, satu-satunya manusia yang ia izinkan ada di dekatnya, yang ia izinkan menjadi temannya bahkan ia pernah mengizinkan Juniel menjadi pacarnya. Pemuda itu memang benar-benar ‘one and only’ buat Sivia.
                “Aren’t you tired of me, Juniel?” gumam Sivia pelan.
               “Aren’t you tired of us?” gumamnya lagi, kali ini lebih pelan karena dada Sivia tiba-tiba terasa sesak.
            “Apa lo nggak capek dengan lo yang anti sosial karena gue, Juniel?” kali ini kristal bening ikut turun dalam ucapan Sivia.

*
Oke, saya cukupkan sekian terimakasih :*
Ganbatte \(^o^)//
@citr_

0 komentar:

Posting Komentar

Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3

 

Cerita Fufu Fafa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang