Here is part 7. Saya rasa agak panjang, maaf ya kalau postingan sebelum-sebelumnya pendek karena aku ngefans raditya dika *loh*
Check this out :D
Ify menatap layar handphonenya sedih sebuah pesan masuk dari Shilla
From:
Shilla Mbash
Ipyyy,
gue ketemu Rio di gramedoi. Sini buruan cepettt :D
Hati
Ify bergetar hebat, tanpa Shilla beri tahu pun ia sudah tahu kalau Rio ada di
sana. Di toko buku menemui Shilla. Ify meletakkan hpnya sembarang, tidak ada
niatan lagi untuk membalas SMS Shilla.
“Sorry,
Shill,” gumamnya pelan sambil menatap HPnya nanar seolah-olah itu Shilla.
[]
Shilla
gelisah sedari tadi di depan rak buku ‘novel remaja’ sementara disampingnya
Alvin anteng-anteng saja membaca salah satu novel di sana.
“shill.
Lo kenapa? Kepanasan? Apa kedinginan?” tegur Alvin akhirnya. Shilla
menghentikan aksinya.
“vin,
gue risih nih dilihatin itu” adu Shilla. Alvin mengerutkan kening, ah ya. Pasti
mereka sedang dilihat oleh mas-mas toko buku karena dari tadi Cuma baca
bukannya beli.
“Santai
aja keles. Kayak nggak pernah dilihatin mas-mas gramedia aja lo,” balas Alvin
santai. Shilla memukul pundak Alvin dengan kesal.
“Sejak
kapan Rio kembarannya Olaf jadi mas-mas Gramedia, odong?!” bentak Shilla pelan.
Alvin tersentak, lalu menoleh ke arah yang sedari tadi di hindari Shilla.
Benar, ada Junio atau Rio di rak seberang mereka. Alvin merasa ada yang ganjil
dengan kehadiran Rio, ganjil yang lain bukan ganjil karena Rio makhluk halus,
bukan itu. Pasti ada hubungannya dengan Ify, batin Alvin.
“Apa
dia nyariin Ify ya, Vin?” ceplos shilla menyadarkan Alvin yang diam untuk
beberapa saat.
“Iya
kali ya. Eh cabs yuk Shill. Laper gue,” ajak Alvin. Shilla mengangguk setuju
lalu mereka berdua keluar toko buku.
[]
“Lo.
Kenapa lo kemarin nggak nyusul ke Gramed?” Tanya Shilla saat ify baru saja
bergabung dengan Shilla dan Alvin. Ify menggaruk kepalanya.
“Ketiduran,
hehe,” jawab Ify berbohong. Shilla hanya mengangguk sementara Alvin menatap Ify
dengan curiga. Ify tertunduk dilihati Alvin begitu.
“Shilla,
gue punya Running Man episode baru, lo mau nggak?” teriak Oik heboh. Shilla
langsung antusias dan meninggalkan Alvin dan Ify berdua saja.
“Rio
sama lo sebenernya apaan sih?” tanya Alvin gemas. Ify yang ditanya kini menatap
Alvin cemas. Bagaimana ini? Bagaimana caranya menjelaskan ini semua pada Alvin.
“Lo
nggak marah kalau gue cerita?” tanya Ify. Alvin memutar bola matanya, tampak
berpikir. Lalu pemuda itu mengangguk. Ify menghela napasnya sebentar lalu mulai
bercerita.
“Gue
sama dia cuma status doang.” Alvin melebarkan mata sipitnya tak percaya.
“Itu
baru poin pertama. Dua, dia pengen gue nyomblangin dia sama…” Ify merasa tak
enak jika harus menyampaikan poin kedua.
“Siapa?”
tanya Alvin tak sabar. Ify menghela napas lagi.
“Shilla.”
Lanjut Ify dengan wajah bersalah. Hening menyeruak, Alvin tak lagi menanggapi
cerita Ify. Pemuda itu diam, diam yang lain. Pikirannya merambah kejadian
kemarin, saat ia bilang ada orang yang memperhatikannya dari jauh dan itu Rio.
Jadi ini penyebabnya, Rio suka Shilla. Alvin mencoba menetralkan perasaan asing
yang tiba-tiba muncul di hatinya.
“Apa
lo mengorbankan kita buat dia, Fy?” tanya Alvin pelan. Hati Ify mencelos. Gadis
itu menggeleng.
“enggak.
Gue yang berkorban, bukan elo. Elo harus tetep berjuang, Alv.” Jawab Ify dengan
getar yang begitu kentara. Alvin menatap Ify tak paham. Lalu, ia menggenggam
tangan sahabatnya itu.
“Nggak.”
Ujarnya menggeleng.
“Kita
berjuang sama-sama,fy. Dan kita juga menguatkan satu sama lain, ok?” lanjutnya
dengan senyum manisnya. Ify pun tersenyum, Alvin benar mereka harus saling
menguatkan dan berjuang untuk yang mereka sayang.
“Uhhuuk.”
Dengan polosnya Shilla pura-pura batuk, Ify dan Alvin pun melepaskan genggaman
tangan mereka. Shilla tertawa terbahak-bahak melihatnya.
“Pacaran
mah pacaran aja, haha. Gue tahu nih abis ulangan itu kan lo nembak Ify nya,
haha. Ye kan, vin. Ye kan?” goda Shilla dengan wajah tengilnya. Alvin hanya
menoyornya pelan namun tidak juga menghentikan ocehan asal Shilla. Untungnya
bel masuk segera berbunyi, kalau tidak Shilla tidak berhenti menggoda Ify dan
Alvin.
[]
Rio
menatap Ify dingin seperti biasa. Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan
kota. Ify sedang sibuk membolak-balik buku entah judulnya apa. Rio menaikkan
sebelah alisnya, bisa-bisanya ify betah berada di dekatnya. Setahunya, baru Ify
yang mau ada di dekatnya. Ah, masa bodoh ia berada di sini kan karena Ify
bilang Shilla akan datang ke tempat ini juga. Rio berdecak tak sabar, meskipun
pelan Ify dapat mendengarnya. Ify melirik rio, lalu hatinya mencelos. Pemuda
ini ada di sini bukan untuknya.
“Gue
nggak mau kalau jadi obat nyamuk, huuu” celotehan Shilla tiba-tiba terdengar.
Ify segera melongok ke pintu masuk, benar itu shilla yang sedang menutup mulut
dengan kedua tangannya dan tersenyum malu. Di sebelahnya Alvin, memasang wajah
jaimnya, pura-pura tak kenal Shilla. Ify terkekeh pelan, lalu melambai ke arah
keduanya. Shilla pun lari terbirit-birit menuju Ify.
“Malu
banget gue.” Bisik shilla. Ify terkekeh lagi.
“makanya,
punya suara tuh jangan kayak toa masjid, hahaha.” Sahut Ify yang hanya dibalas
cibiran pelan oleh Shilla.
Dari
belakang, Alvin memperhatikan dua gadis itu. Ia tersenyum tipis walau dalam
hatinya miris. Ia dan Ify ada disini untuk Shilla. Ya, tapi bukan hanya Shilla.
Mereka disini hanya untuk membuat luka dalam hati masing-masing. Luka jika
akhirnya Shilla dan Rio bersama.
Rio
memilih bersembunyi di belakang rak buku sastra. Rasanya sulit untuk bernafas
jika ada Shilla di dekatnya. Cukup dari kejauhan saja ia memandang Shilla saat
ini. Ia belum siap jika harus mengobrol dengan Shilla, berkenalanpun ia belum
siap. Disini saja, memantau Shilla dari balik rak buku.
“Aneh
deh, gue akhir-akhir ini ngrasa diperhatiin gitu sama orang,” ujar shilla
membuat Alvin dan Ify menoleh ke arahnya.
“Wah,
makhluk halus tuh,” ujar Alvin dengan tampang serius. Shilla mengerutkan
keningnya.
“Iya
mungkin Shill. Makhluk halus, hiii” kini Ify mengompori Shilla. Shilla bergidik
ngeri.
“Ngasal
ah lo berdua.” Jawab Shilla cuek lalu melanjutkan membaca bukunya.’
“Eh,
jangan-jangan yang merhatiin gue tuh sebenernya cowok ganteng,” oceh Shilla
tiba-tiba. Alvin menoyor gadis itu dengan santainya.
“Satu-satunya
cowok ganteng yang mau merhatiin lo itu Cuma gue, Shill” ujarnya percaya diri.
“Idihh.
Inget Pin lo udah ada Ipi inget,” balas Shilla dengan terkekeh. Alvin melengos,
Shilla memang seperti itu tak pernah mempan akan gombalannya. Tapi, tak hanya
Alvin yang melengos, pemuda di belakang rak sastra itu juga. Perasaannya
seperti terhantam benda keras saat Alvin dengan santai berucap itu pada Shilla.
Kalau ia pikir-pikir, ia sudah kalah jauh dibandingkan Alvin.
Ify
melihat sekelilingnya, pemuda itu belum muncul juga. Pasti ada yang tidak
beres, Ify pun bangkit dan mencari Rio.
“Mau
kemana?” tanya Shilla. Ify hanya mengangkat buku yang dibacanya. Shilla
mengangguk dan meneruskan membacanya.
Ify
menemukan Rio terduduk putus asa di balik rak. Ify menghampirinya dan duduk di
sebelahnya. Gadis itu menatapnya dalam. Ify tiba-tiba merasa susah untuk
menghirup oksigen di sekitarnya, seolah-olah ia merasakan sakit hati Rio.
Tangan Ify pun terulur untuk menepuk pemuda itu pelan. Rio menoleh dan menatap
Ify, kali ini lain tidak seperti biasanya ia menatap Ify datar dan dingin. Rio
menatap Ify sedih. Ify menepuk pundaknya lagi, seolah memberi Rio kekuatan.
Spontan, rio memeluk Ify erat.
‘kuatkan
aku ify,’ batinnya lemah.
[]
Shilla
pulang dengan perasaan ganjil. Ia dan Alvin akhirnya pulang lebih dulu,
meninggalkan Ify yang tidak juga kembali bergabung dengan mereka. Saat Shilla
bertanya kenapa harus pulang, Alvin tidak menjawab. Ada sesuatu yang sepertinya
disembunyikan oleh Ify dan Alvin dari Shilla. Tapi apa?
“Assalamu’alaikum.
Shilla pulang,” teriak Shilla nyaring.
“Eh,
Shilla sudah pulang.” Jawab suara yang sudah tidak asing lagi buat Shilla,
Tante Dian.
“Mama
kemana, tan?” tanya Shilla.
“Kamu
lupa ya? Mamamu kan seminggu seminar di Semarang sama Papamu juga,” jelas Tante
Dian gemas. Shilla menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil meringis. Iya juga
ya, batinnya malu. Shilla pun bergegas masuk ke kamarnya, berganti pakaian.
Di
kamarnya Shilla masih termenung memikirkan Alvin dan Ify. Apa sebenarnya yang
disembunyikan keduanya? Apakah ini tentang dirinya? Atau hanya tentang Alvin
dan Ify? Apa aka nada kejutan untuk Shilla? Wait, ulang tahun Shilla kan sudah
lewat jadi tidak mungkin kalau kejutan, hmm lantas apa yang disembunyikan Ify
dan Alvin?
“Shilla,
lo tau nggak apa itu majas metonimia?”
Shilla
melongok ke arah pintu, itu Raissa rupanya, adik sulungnya.
“Oh,
yang merk merk gitu, cha! Kayak naik garuda, gosok gigi pake odol, minum aqua
gitu.” Jelas Shilla malas.
“Eh,
btw lo tadi manggil gue ‘shilla’ doang gitu kan, dasar adik nggak sopan!” omel
Shilla lalu melempar bantalnya ke arah Acha. Acha cemberut terkena lemparan
Shilla lalu mendekati kakaknya.
“Maaf
deh Kak Shilla. Kak, kenapa muka lo kusut gitu? Uang jajan lo abis?” tanya Acha
sambil terkekeh pelan. Shilla hanya mengerucutkan bibirnya, kesal dengan Acha.
“Bingung
nih gue, Alvin sama Ify kayaknya lagi ngerencanain sesuatu gitu.” Keluh Shilla
pada Adiknya. Acha mengangguk-angguk.
“Dan
lo nggak dikasih tau? Kasian,” ejeknya sambil tertawa yang langsung mendapat
hadiah toyor dari Shilla.
“Kalau
lo nggak dikasih tahu ya cari tahu aja sendiri,” saran Acha sambil mengelus
kepalanya.
“Emang
boleh gitu?” tanya Shilla ragu. Acha mengangguk.
“Sekarang
gini deh, Shill eh Mbak Shilla. Menurut lo kalo ada kasus nih, penyidik dan
tersangka. Oke, ini kenapa berat gini. Ah, biar deh. Menurut lo apa si
tersangka mau dikepoin penyidik? Enggak kan, nah itu ibaratnya Mas Alvin sama
Mbak Ify. Mereka nggak mau ngasih tau mbash karena menurut mereka nggak perlu
dan nggak penting. Tapi menurut mbak Shilla sebagai penyidik gimana?” jelas
Acha.
“Ya,
gue berhak tau dong kan gue juga sahabat mereka” jawab Shilla antusias.
“Nah,
cakep. Jadi, it’s ok wae kok kalau Kakakku ini ngepoin mereka diam-diam. You
deserve to know” jawab Acha sambil mengacungkan jempolnya. Shilla terkekeh
pelan melihat kelakuan adiknya, bener juga sih kata Acha. Tapi apa iya, tidak
apa-apa?
[]
Sivia
memandang malas pada layar handphonenya. Ia bosan melihat aplikasi messaging
nya, alasannya sederhana isinya hanya Juniel. Hhh, pemuda itu, satu-satunya
manusia yang ia izinkan ada di dekatnya, yang ia izinkan menjadi temannya
bahkan ia pernah mengizinkan Juniel menjadi pacarnya. Pemuda itu memang
benar-benar ‘one and only’ buat Sivia.
“Aren’t
you tired of me, Juniel?” gumam Sivia pelan.
“Aren’t
you tired of us?” gumamnya lagi, kali ini lebih pelan karena dada Sivia
tiba-tiba terasa sesak.
“Apa
lo nggak capek dengan lo yang anti sosial karena gue, Juniel?” kali ini kristal
bening ikut turun dalam ucapan Sivia.
*
Oke, saya cukupkan sekian terimakasih :*
Ganbatte \(^o^)//
@citr_
0 komentar:
Posting Komentar
Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3