check it out ^^
PART 16
Suasana di venue pensi belum
menunjukkan keramaian yang berarti. Baru ada panitia beserta awak media dari
beberapa tabloid remaja ternama yang berada di venue ini. Shilla, Kiki, dan Ozy
juga termasuk diantara orang-orang yang sibuk berlalu-lalang disana.
“Shillaaaa!”
“Eh, Serra.” Sahut Ozy sambil
tersenyum lebar dan melambai ke cewek itu. Serra sendiri bergidik ngeri, yang
dipanggil Shilla kok yang nyaut malah Ozy, batinnya kesal.
“Gue manggil Shilla ya, please.”
Ujar Serra sambil melirik Ozy tajam. Shilla dan Kiki terkikik pelan. Kasihan
juga ozy ditolak mentah-mentah sama Serra.
“Ada apa Serra?” tanya Shilla
akhirnya. Serra pun menarik lengan Shilla.
“Jalan-jalan bentar.”
“Serra, kita boleh ikut nggak?”
tanya Ozy. Nggak ada kapoknya ya ini cowok.
“Enggaaak!” jawab Serra galak
lalu membawa Shilla entah kemana.
*
“Keren kan, Shill?” tanya Serra
pada Shilla yang kini tengah melongo di back stage. Bagaimana tidak melongo,
kini di hadapan Shilla tengah ada pengisi acara, baik itu dari anak-anak Labsky
sampai Raisa.
“Lo satu-satunya anak SMA lain
yang gue bolehin ngeliput serunya backstage.” Ucap Serra antusias. Shilla
mengangguk-angguk antusias. Pantas saja, daritadi ia celingukan tidak ada anak
SMA yang sibuk potrat-potret atau tanya-tanya ke pengisi acaranya selain dia.
“Thankyoouu, Serra” balas Shilla
sambil merangkul Serra erat.
“Iya, anytime.”
Well, sekarang Shilla mulai
darimana ya? Shilla jadi bingung sendiri. Mau wawancara yang nari Saman eh
masih sibuk sama mas-mas wartawan. Sama THE SIGIT masih dipotret juga. Eh, itu
ada satu yang nganggur. Baru selesai dandan, Shilla pun menghampiri sosok itu.
“Emm, Kak Raisa? Boleh wawancara
sebentar?” tanya Shilla menahan kegirangannya bertemu Raisa. Raisa menoleh
lembut lantas mengangguk.
“Boleh”
[]
Ify dan Alvin keluar dari
kerumunan yang ikut bernyanyi bersama Raisa. Capek juga berdiri dan
melompat-lompat di tengah kerumunan banyak orang.
“Lo nggak sama Rio?” tanya Alvin
saat mereka berhasil menepi. Ify mendongak, lalu menggeleng pelan.
“Dia sama Iyel. Katanya sih.”
Sahut Ify seadanya lalu menjatuhkan dirinya di tanah.
“Shilla, mana ya? Kok nggak
kelihatan.” Ify menerawang jauh ke depan. Alvin tak menyahutinya. Ia ikut
menerawang ke arah kerumunan juga. Tiba-tiba pemuda itu ingat Shilla. Shilla
yang tak pernah mau keluar dari kerumunan orang saat menonton pensi maupun
konser sampai acaranya benar-benar selesai. Menepi sebentar saja Shilla enggan.
“Nikmatin aja lah, Vin desek-desekkannya. Let the music take you to
another space.” Shilla pasti akan
bilang begitu jika Alvin mengajaknya menepi sebentar.
Sekarang, dimana Shilla? Apa ia
juga berdesakan dan bernyanyi bersama di kerumunan sana. Alvin tidak tahu
dimana gadis yang tanpa ia sadari selalu memenuhi pikiran dan hatinya.
“ify! Alvin!” panggil gadis
berkaos ‘Sea You Tomorrow’. Serra rupanya.
“Serra. Long time no see!!”
pekik Ify girang lalu merangkul teman SMPnya itu.
“Iya nih, fy! Kangen gue sama
lo.” Balas Serra.
“Apa kabar lo, vin?” Serra
melirik Alvin.
“Ya, gini deh. Baik-baik kok
gue, haha.” Jawab Alvin sambil tertawa.
“Eh, lo liat Shilla nggak, Serr?”
tanya Ify. Tiba-tiba saat melihat Serra ia teringat Shilla.
“Tadi sih di back stage. Nggak
tahu deh kemana tu bocah. Paling juga udah di sono noh.” Serra menunjuk ke
depan panggung.
“Kalau temennya Shilla siapa tuh
Kiki sama Ozy, iya bukan? Eh? Sama gue mulu tuh,” Serra menatap malas ke dua
cowok yang sedari tadi membuntutinya.
“Dasar modus.” Cerca Alvin pada
keduanya. Namun, Kiki dan Ozy tampak cuek saja.
“Eh, gue duluan ya. Mau cek
stand jajanan dulu, see yaa” pamit Serra. Serra lalu melenggang menuju utara
panggung utama, tentu saja dengan Kiki dan ozy yang masih saja mengekori Serra.
Sekarang aku tersadar, cinta yang kutunggu tak kunjung datang
Apalah
arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi
Suara Raisa membelai lembut
indera pendengaran Ify. Lagu yang sempat menjadi most played di play listnya kini secara live didengarkan Ify. Rasa
sesak itu menggelitiknya namun hilang begitu saja saat suara baritone itu
memanggilnya.
“Ify lo disini?” Rio terdengar
lega saat mengatakannya. Ify mengangguk antusias entah kenapa.
“Uhhuuuk.” Alvin menyadarkan Ify
kalau bukan hanya ada rio dan Ify saja disana.
“Vin…” cicit Ify pelan. Alvin
tersenyum tipis.
“Gue jalan dulu ya nyari minum,
haus. Lo sama Rio nggak apa-apa kan?” ujar Alvin lalu melenggang pergi begitu
saja sebelum Ify bilang iya. Ify mengerucutkan bibirnya sebal.
“Kamu nggak mau berdua aja sama
aku?” tanya Rio. Uh, sadar diri juga dia, batin Ify.
“Bukan gitu.” Ify mencoba
mengelak pertanyaan Rio tapi otaknya tidak bisa menyusun alasan yang pas.
“Yaudah yuk. Ikut aku,
jalan-jalan sama Sivia sama Juniel juga.” Ajak Rio sambil menarik tangan Ify.
Memaksa Ify mengikutinya menyusuri pantai Ancol ini.
‘double date?’ batin Ify random.
[]
Baru sekali ini Shilla menepi
dari konser, baru sekali ini Shilla merasa baik-baik saja melewatkan lagu-lagu
yang dinyanyikan di atas panggung itu. Shilla merasa baik-baik saja tidak
seperti biasanya, dia tidak mengomel karena harus keluar dari kerumunan.
Rasanya berbeda, Shilla merasa tenang. Itu saja.
Deburan ombak yang Shilla
dengar, itu saja. Deburan yang saling mengejar, saling berebut untuk mencapai
garis pantai atau saling berebut untuk sekedar menghempas karang. Shilla diam,
fokus menatap bentangan biru di depannya. Ia baru sadar satu hal, ia suka eh
tidak ia uhm… jatuh cinta dengan pantai.
Shilla menjatuhkan dirinya di
pasir pantai yang empuk begitu saja setelah beberapa menit ia berdiri. Shilla
seolah bersemedi, ditemani angin laut yang menerbangkan anak-anak rambutnya
juga deburan ombak yang berkejaran itu. Shilla memejamkan mata, menikmati
suasana ini. Lalu, gadis ini mulai menyelami sisi terdalam hatinya, mencoba
menemukan kotak pandoranya yang sudah cukup lama tenggelam.
Dan apa yang ditemukan Shilla
setelah menyelami hatinya? Bongkahan kecil es yang tidak Shilla sadari ternyata
mulai mengkristal di sudut hatinya. Es itu mengenai hatinya. Shilla menggeleng
pelan, tidak mungkin. Bagaimana bisa? Tanpa gadis itu sadari air matanya telah
mengalir, membahasi pipinya.
Apa penyesalannya telah menyukai
seorang Junio penyebab Kristal es ini? Atau sikapnya yang seolah tak menganggap
keberadaan Ify dan Alvin penyebabnya? Atau jangan-jangan keduanya adalah sebab
utamanya. Shilla semakin sesenggukan, ia tidak mau jadi dingin, ia tidak mau
jadi seseorang dengan hati yang membeku seperti Hans di film Frozen. Shilla
tidak mau. Bahu Shilla bergetar hebat, tangisnya makin pecah. Shilla tidak tahu
harus bagaimana. Ia tidak punya tempat untuk berbagi –selain dirinya dan Tuhan-
ia butuh orang lain sekarang. Tapi tidak ada, mengingat orang yang paling
Shilla percaya untuk semua keluh-kesahnya ternyata sudah Shilla usir
pelan-pelan dari hidupnya. Shilla tidak tahu lagi harus bagaimana? Ya Tuhan,
Shilla butuh teman.
*
Dari kejauhan, Alvin menahan
sesak di hatinya. Itu shilla, gadis yang sedang duduk dengan bahunya yang naik
turun. Shilla sedang apa? Batin Alvin khawatir. Menangiskah shilla sekarang?
Kalau iya kenapa? Pertanyaan itu silih berganti melintas di pikiran Alvin.
Alvin melangkah mendekat,
semakin sesak saja melihat shilla menangis. Jaraknya kini tinggal satu meter di
belakang shilla. Terlalu jahat jika Alvin tiba-tiba memutuskan untuk berbalik
saja.
“Shil-la.” Panggil Alvin pelan.
Cukup didengar Alvin saja.
“Shilla.” Panggil Alvin sekali
lagi, kali ini ia agak mengeraskan volumenya. Alvin tahu, berharap Shilla
menoleh itu tidak mungkin. Suaranya tertelan deburan ombak, Alvin tahu itu.
Alvin menghela napasnya, lalu berjalan menghampiri Shilla. Baru selangkah,
Shilla menoleh ke arahnya, gadis itu tersenyum getir dengan air mata yang belum
mengering. Alvin entah kenapa langsung ambruk. Melihat secara langsung air mata
Shilla menohok batinnya.
“Shill..la.” gumamnya terbata.
Shilla bangkit dari tempatnya, Alvin tahu ini pasti akan terjadi. Shilla tidak
mau melihatnya sekarang apalagi Alvin telah memergoki gadis itu menangis.
Shilla pasti akan menyendiri di tempat lain.
Tapi, Alvin salah nyatanya.
Gadis itu menghampirinya, memeluknya erat. Dan juga gadis itu menangis di
bahunya.
[]
Ify mengelap peluhnya yang sejak
tadi membasahi dahinya. Dia dikerjai Rio rupanya. Huh, dasar! Baru juga
sebagian es di hatinya mencair langsung seperti ini. Ify sekarang bukannya
sedang asyik double date melainkan sedang mengipasi jagung bakar. Rio
mengajaknya berbisnis. Jiwa entrepreneurship Rio dan Iyel sedang keluar jadinya
Ify dan Sivia asyik dengan puluhan ehm bahkan ratusan bonggol jagung.
“Capek ya, Fy?” tanya Juniel
sambil menyuplai jagung-jagung untuk dibakar Ify.
“Masih bisa nanya?!” jawab Ify
ketus sambil mengoles bumbu ke jagung-jagungnya. Juniel hanya nyengir.
“hehe, maaf deh, Fy. Kan seru
kalau double date nya gini. Untung banyak juga kan? Hehe,” tukas Juniel. Ify
mengangguk saja. Iyain aja biar cepet, batinnya. Juniel kemudian meninggalkan
Ify mengipasi jagung sendiri, ia kembali ke mobilnya. Pasti mengambil lebih
banyak jagung lagi, batin Ify gusar. Niatnya ke pensi labsky mau senang-senang,
tapi ia berakhir dengan ratusan bonggol jagung ini, ugh!
“Fy? Mau aku gantiin?” Sivia
dengan senyum manisnya mendekati Ify. Ify sontak mengangguk.
“Mau banget.” Ujarnya sambil
tertawa. Sivia pun mengambil alih posisi Ify. Ify melemaskan tangannya yang
kaku karena mengipas tadi. Uhh, leganya. Batin gadis itu.
“Ify? Emm, aku mau tanya sesuatu
boleh?” tanya sivia pelan. Ify menoleh ingin tahu ke arah gadis yang anggun
itu. Ify mengangguk.
“uhh, itu soal Shilla.” Sivia
menatap Ify ragu. Gadis berambut pendek itu tahu pertanyaan itu terdengar
sensitif. Tatapan ify mendadak sendu saat ia mendengar kata ‘Shilla’.
“Ify, aku tahu kalian udah
berteman lama jangan sampailah persahabatan kalian putus gara-gara masalah ini.
Bukan apa-apa, aku nggak mau kalian jadi kayak aku yang dulu, fy.” Tutur Sivia
lembut. Ify menghela napas berat lalu menjatuhkan dirinya di kursi.
“Gue harus gimana, Via?” tanya
Ify dengan suara parau. Sivia menghentikan aktivitas membakar jagungnya lalu
menghampiri Ify. Gadis itu menyentuh bahu Ify lembut.
“Kalian harus berani buat
ngomongin ini semua.” Tutur Sivia lembut.
“Aku tahu kamu sudah siap dengan
segala konsekuensinya, Ify. Tapi kamu takut, iya kan?” lanjut Sivia sambil
menatap Ify lembut, gadis itu berusaha meyakinkan Ify untuk berani.
“Aku nggak cuma nyuruh kamu
berani, aku juga dulu pernah bilang ke Shilla buat berani kok, Fy.” Sivia
tersenyum lembut, hal favorit Ify dan Shilla. Ify mengangguk.
“Iya, gue bakal coba berani.” Jawab
Ify sembari tersenyum. Sivia lalu merangkul gadis itu, ah Ify jadi rindu
pelukan Shilla.
“Come on, girls. Kita punya
banyak pelanggan sekarang, bukan waktunya curhat woyy.” Juniel dengan gaya
bossynya menegur kedua gadis itu. Sivia mengerucutkan bibirnya lalu memukul
Juniel pelan.
“Please, ini lebih penting dari
jagung bakar kamu itu.” Omel Sivia. Ify hanya terkekeh pelan, Sivia juga bisa
ngomel ternyata, haha.
[]
Alvin mengelus punggung Shilla,
mencoba menenangkan gadis di pelukannya ini.
“Udah, Shill. Udah,” gumam Alvin
lirih, menahan sesaknya sendiri. Shilla sepertinya tak mendengarkan Alvin. Ia masih
menangis, bahkan lebih keras.
“Alvin, maaf.” Lirih Shilla di
sela tangisnya. Alvin mengejang sesaat, kenapa Shilla minta maaf?
“Bukan salah kamu, Shilla.” Jawab
Alvin pelan. Shilla melepaskan dirinya dari Alvin.
“Bukan salah gue?” tukas Shilla
sambil mengusap air matanya kasar. Alvin menggeleng.
“Terus?” tanya Shilla bingung.
“Kita omongin bareng Ify ya, Ok?”
tawar Alvin. Shilla mengangguk. Shilla menghadap depan lagi, menatap laut.
Ombak itu, bagai ia, Ify, dan Alvin. Saling mengejar, berusaha mencapai karang
hanya untuk melapukkannya ibaratnya mereka saling mengisi luka, huh! Tapi,
tidak lagi, sebentar lagi mereka tidak akan seperti itu. Karena sejauh-jauhnya ombak
itu mencapai garis pantai, ia akan kembali ke hamparan laut yang luas.
Sejauh-jauhnya jarak Ify, Shilla, dan Alvin sekarang mereka pasti akan kembali
ke pelukan persahabatan.
*
Rio memandang Ify yang sedari
tadi tampak gundah. Stand jagung bakar si kembar masih ramai tapi Iyel
membiarkan Ify dan Rio istirahat. Sekarang standnya di handle Sivia dan Juniel
yang tidak henti-hentinya berdebat.
“Ify, kamu kenapa? Shilla ya?”
tebak Rio hati-hati. Ify menoleh, lalu menatap heran cowok di depannya itu,
tumben peka, batinnya.
“Iya, aku kepikiran Shilla sama
Alvin.” Ify mencoba jujur pada Rio. Rio menghela napasnya kasar.
“Maaf ya, gara-gara aku semuanya
jadi kayak gini. Kamu, Alvin, Shilla jadi kayak gini. Maafin aku ya, Fy.” Ujar Rio
dengan nada penyesalan yang begitu jelas. Ify tersenyum lemah lalu menepuk bahu
Rio pelan.
“Kamu udah sering minta maaf ke
aku, yo.” Ujar Ify. Rio menatap gadis yang sudah banyak terluka karenanya itu.
“Sekarang waktunya kamu minta
maaf ke Shilla dan Alvin.” Lanjut Ify membuat Rio mendadak dilanda ketakutan.
**
Hai, ini part 16nya. gimana? agak-agak nyesek gitu ya, cieee hahaha </3
Oiya, aku mau bilang cerita ini sebentar lagi bakal end nih *akhirnya*
Makasih ya udah mau baca
Udah ya, gatau mau bilang apa lagi :D
keep in touch @citr_ on twitter @cipat on ask.fm /citraptrnegari on fb :P
0 komentar:
Posting Komentar
Bukan cuma juri Idol yang bisa, kamu juga bisa komen :3